aqubocahpemimpi.blogspot.com

Minggu, 30 September 2012

Menapaki lagi Yogyakarta


Menapaki lagi Yogyakarta
Oleh: Emy Suci Triani

            Rasa senang bergelayun dalam hati penuh tawa ini, lagi-lagi Yogyakarta yang membuatku tertegun walau kali ini kedua kalinya aku menapaki Yogyakarta.  Berbeda dengan sebelumnya yang pergi ke Yogyakarta untuk memenuhi tugas kuliah, kali ini aku pergi ke Yogyakarta untuk bersilaturahmi dengan sanak saudara dari tunanganku sebari mengenalkan diri sebelum resmi menjadi bagian dari keluarga mereka.
            Pemberangkatan menuju Yogyakarta ditempuh dengan tranportasi darat, yaitu Kereta Api. Salah satu transportasi darat yang sangat di gemari masyarakat selain harga yang relative terjangkau dan kenyamanan yang lumayan terkendali. Ini kali pertamanya aku pergi ke luar provinsi bersama tunanganku, nggak Cuma berdua tapi juga dengan camer. Rasanya cukup aneh dan membuat perasaan ini dihinggapi tawa karena bias bersama dengan sang pujuaan hati selama 5 hari. Pergi dari stasiun kiaracondong jam 9 malam dan sampai di stasiun lempuyangan Yogyakarta jam 6 pagi, waktu yang cukup lama namun karena tertidur terasa cepat sekali sampai ke daerah yang istimewa ini.
            Udara yang sejuk mulai terasa saat melangkahkan kaki turun dari kereta api walau dengan keadaan yang kusam namun tetap saja bersemangat untuk menjajakan mata berlari mencari keistimewaan Yogyakarta, berlanjut menaiki angkutan umum menuju kediaman nenek dari tunanganku, sesampai disana sambutan hangat terpancar disetiap mata saudara-saudara yang kala itu sengaja berkumpul menunggu kedatangan kami. Aku yang masih lugu hanya bias tersenyum dan memperkenalkan diri kepada keluarganya. Cukup berkesan dan penerimaan yang sangat baik.
            Suasana pedesaan yang masih asri dikelilingi pohon hijau yang menjulang tinggi, mengelilingi rumah yang masih jarang penduduk, hari semakin berlalu langit mulai gelap dengan sorotan lampu kecil dengan cahaya yang minim menemani malam yang ku lalui di rumah dengan dinding anyaman bambu berlubang, gulungan debu dan binatang yang ikut menghuni rumah berpintu kayu ini. Tapi layaknya hunian mewah tidurku malam ini cukup nyenyak mungkin karena lelah dan karena heningnya malam dihiasi nyanyian binatang diluarsana terdengar merdu.
            Adzan subuh terdengar jelas diantara heningnya suasana pedesaan, nyanyian dengan lyrick jawa mengalun lembut penyejukkan hati walau kata-kata dalam lirick itu tak aku mengerti. Seusai shalat shubuh aku dan tunanganku memasak air untuk membuat minuman panas, tuk sekedar temani dinginnya pagi ini. Tumpukan kayu dan daun kelapa kering menjadi bahan bakar tuk memasak air, rasanya sulit sekali memasak menggunakan kayu bakar, keringat mulay memanas saat membakar kayu satu persatu, dan dengan sabar dan terus mencoba menyalakan api dan akhirnya menyala dengan api yang sedikit besar, tetap saja intensitas waktu yang lama sampai air mendidih membutuhkan waktu yang cukup lama, tidak seperti dikota-kota yang modern menggunakan gas dengan kliikk.. nyalaa deh apinya…
            Waktunya bersilahturahmi dengan saudara-saudara yang rumahnya lumayan jauh dari kediaman nenek tunanganku itu, tapi di jawa itu karena kekeluargaan yang sangat erat hingga terjalin kepercayaan, aku, tunanganku dan camer diberi pinjaman motor dengan mudahnya mereka meminjamkan motornya, berkeliling menikmati alam sejuknya udara pagi terasa saat ku gas perlahan motor ini, mataku terbelok kekanan dan kekiri menikmati hijaunya persawahan, dan pohon-pohon yang tinggi meneduhkan jalanan yang kami lewati.
Indahnya silahturahmi……………
Silahturahmi yang terjalin dijawa betul-betul berbeda dengan orang kota, cara penyambutan tamu dan penjamuan tamu yang sangat terasa kekeluargaannya. Hidangan demi hidangan berjajar makanan khas jawa mengelilingi jamuan. Rumah dengan khas tanpa penutup atap hanya kayu menjulang mengadah genteng merah tua selalu terlihat disetiap rumah disana. Cerita menyeramkan menjadi bincangan kali ini, cerita gempa bumi yang dulu menimpa Yogyakarta menimbulkan trauma tersendiri pada diri masyarakat disana, hantapan kayu dan genteng mereka rasakan saat bumi berguncang dengan keras, beberapa kali bahkan ada yang terhempas ketanah, menyaksikan rumah mereka rata dengan tanah harta benda hancur bersama runtuhan rumah, binatang ternak pun mati tertumpuk puluhan kayu bekas rumah mereka. Kini mereka telah tbangkit dan menjadi kota yang tetap istimewa.
            Esok telah terbit dan hari ini runtunan kegiatan masih sama seperti kemarin yaitu silahturahmi, cukup banyak keluarga ini, sampai lelah ku mendengar perkenalan yang selalu mengakui dirinya saudara, aku bingung ada berapa bersadara di rumah ini.
            Keesokan harinya lagi-lagi udara pagi ini yang ku tunggu, tanpa polusi kendaraan, hanya polusi kayu bakar menemani pagi menjelang siang. Rencana hari ini adalah jalan-jalan kepantai parang tritis, pantai parang tritis yang cukup dekat lokasinya dari rumah membuat kita dengan mudah menempuh jalur menuju pantai ini dengan sepedah motor tanpa helm. Akhirnya aku bias menikmati sejuknya pantai bersama orang terkasih, berfoto ria menjadi moment utama dalam setiap tempat yang dikunjungi. Mengores pasir dengan nama membuatku tersenyum dengan senang cooocuiitttt.. hmmp..

Setelah beberapa lama kami merasakan keindahaan pantai parang tritis, kami mulai menjajakan kaki menuju sebuah tempat makan dengan menu binatang laut, seperti ikan, udang, kepiting dan yang lainya. Senang rasanya hari ini menikmati keindahan pantai sebari merasakan kulinernya.
Keesokan hari saat pagi mulai dingin terasa lagi dan lagi aku pergi ke pantai parang tritis kali ini menikmati deburan ombak hanya berdua bersama tunanganku rasanya senang sekali akhirnya cita-citaku menikmati pantai yang sejuk bersama tunanganku tercapai sudah,  bersama ku lewati hari ini dengan canda tawa, menggenggam erat jemari hingga terhempas ombak yang mengalun damai, pasir lembut yang temani sebari duduk bersantai menikmati indahnya pantai yang tak terlihat ujungnya. Kebesaran-Nya sangat mempesona menarik semua jiwa tuk bersyukur karena menciptakan alam yang indah ini.
Setelah beberapa lama merasakan indahnya pantai parang tritis bersama kekasih hati. Kini tiba saatnya mencari oleh-oleh untuk sanak saudara di bandung. Sebelum sore hari datang menjemput kita tuk meninggalkan tempat istimewa ini dan kembali berkutik dengan kesibukan di bandung.

2 komentar:

  1. buat dita senyum2 sendiri terus bilang "harus kesana lagi!"
    Nice Post !

    BalasHapus
  2. hehehe... yuu ahh kita ksana bsama

    BalasHapus