Menapaki
lagi Yogyakarta
Oleh:
Emy Suci Triani
Rasa senang bergelayun dalam hati
penuh tawa ini, lagi-lagi Yogyakarta yang membuatku tertegun walau kali ini
kedua kalinya aku menapaki Yogyakarta.
Berbeda dengan sebelumnya yang pergi ke Yogyakarta untuk memenuhi tugas
kuliah, kali ini aku pergi ke Yogyakarta untuk bersilaturahmi dengan sanak
saudara dari tunanganku sebari mengenalkan diri sebelum resmi menjadi bagian
dari keluarga mereka.
Pemberangkatan menuju Yogyakarta
ditempuh dengan tranportasi darat, yaitu Kereta Api. Salah satu transportasi
darat yang sangat di gemari masyarakat selain harga yang relative terjangkau
dan kenyamanan yang lumayan terkendali. Ini kali pertamanya aku pergi ke luar
provinsi bersama tunanganku, nggak Cuma berdua tapi juga dengan camer. Rasanya
cukup aneh dan membuat perasaan ini dihinggapi tawa karena bias bersama dengan
sang pujuaan hati selama 5 hari. Pergi dari stasiun kiaracondong jam 9 malam
dan sampai di stasiun lempuyangan Yogyakarta jam 6 pagi, waktu yang cukup lama
namun karena tertidur terasa cepat sekali sampai ke daerah yang istimewa ini.
Udara yang sejuk mulai terasa saat
melangkahkan kaki turun dari kereta api walau dengan keadaan yang kusam namun
tetap saja bersemangat untuk menjajakan mata berlari mencari keistimewaan
Yogyakarta, berlanjut menaiki angkutan umum menuju kediaman nenek dari
tunanganku, sesampai disana sambutan hangat terpancar disetiap mata
saudara-saudara yang kala itu sengaja berkumpul menunggu kedatangan kami. Aku
yang masih lugu hanya bias tersenyum dan memperkenalkan diri kepada keluarganya.
Cukup berkesan dan penerimaan yang sangat baik.
Suasana pedesaan yang masih asri
dikelilingi pohon hijau yang menjulang tinggi, mengelilingi rumah yang masih
jarang penduduk, hari semakin berlalu langit mulai gelap dengan sorotan lampu
kecil dengan cahaya yang minim menemani malam yang ku lalui di rumah dengan
dinding anyaman bambu berlubang, gulungan debu dan binatang yang ikut menghuni
rumah berpintu kayu ini. Tapi layaknya hunian mewah tidurku malam ini cukup
nyenyak mungkin karena lelah dan karena heningnya malam dihiasi nyanyian
binatang diluarsana terdengar merdu.
Adzan subuh terdengar jelas diantara
heningnya suasana pedesaan, nyanyian dengan lyrick jawa mengalun lembut
penyejukkan hati walau kata-kata dalam lirick itu tak aku mengerti. Seusai
shalat shubuh aku dan tunanganku memasak air untuk membuat minuman panas, tuk
sekedar temani dinginnya pagi ini. Tumpukan kayu dan daun kelapa kering menjadi
bahan bakar tuk memasak air, rasanya sulit sekali memasak menggunakan kayu
bakar, keringat mulay memanas saat membakar kayu satu persatu, dan dengan sabar
dan terus mencoba menyalakan api dan akhirnya menyala dengan api yang sedikit
besar, tetap saja intensitas waktu yang lama sampai air mendidih membutuhkan
waktu yang cukup lama, tidak seperti dikota-kota yang modern menggunakan gas
dengan kliikk.. nyalaa deh apinya…
Waktunya bersilahturahmi dengan
saudara-saudara yang rumahnya lumayan jauh dari kediaman nenek tunanganku itu,
tapi di jawa itu karena kekeluargaan yang sangat erat hingga terjalin
kepercayaan, aku, tunanganku dan camer diberi pinjaman motor dengan mudahnya
mereka meminjamkan motornya, berkeliling menikmati alam sejuknya udara pagi
terasa saat ku gas perlahan motor ini, mataku terbelok kekanan dan kekiri
menikmati hijaunya persawahan, dan pohon-pohon yang tinggi meneduhkan jalanan
yang kami lewati.
Indahnya
silahturahmi……………
Silahturahmi
yang terjalin dijawa betul-betul berbeda dengan orang kota, cara penyambutan
tamu dan penjamuan tamu yang sangat terasa kekeluargaannya. Hidangan demi
hidangan berjajar makanan khas jawa mengelilingi jamuan. Rumah dengan khas
tanpa penutup atap hanya kayu menjulang mengadah genteng merah tua selalu
terlihat disetiap rumah disana. Cerita menyeramkan menjadi bincangan kali ini,
cerita gempa bumi yang dulu menimpa Yogyakarta menimbulkan trauma tersendiri
pada diri masyarakat disana, hantapan kayu dan genteng mereka rasakan saat bumi
berguncang dengan keras, beberapa kali bahkan ada yang terhempas ketanah, menyaksikan
rumah mereka rata dengan tanah harta benda hancur bersama runtuhan rumah,
binatang ternak pun mati tertumpuk puluhan kayu bekas rumah mereka. Kini mereka
telah tbangkit dan menjadi kota yang tetap istimewa.
Esok telah terbit dan hari ini
runtunan kegiatan masih sama seperti kemarin yaitu silahturahmi, cukup banyak
keluarga ini, sampai lelah ku mendengar perkenalan yang selalu mengakui dirinya
saudara, aku bingung ada berapa bersadara di rumah ini.
Keesokan harinya lagi-lagi udara
pagi ini yang ku tunggu, tanpa polusi kendaraan, hanya polusi kayu bakar
menemani pagi menjelang siang. Rencana hari ini adalah jalan-jalan kepantai
parang tritis, pantai parang tritis yang cukup dekat lokasinya dari rumah
membuat kita dengan mudah menempuh jalur menuju pantai ini dengan sepedah motor
tanpa helm. Akhirnya aku bias menikmati sejuknya pantai bersama orang terkasih,
berfoto ria menjadi moment utama dalam setiap tempat yang dikunjungi. Mengores
pasir dengan nama membuatku tersenyum dengan senang cooocuiitttt.. hmmp..
Setelah
beberapa lama kami merasakan keindahaan pantai parang tritis, kami mulai
menjajakan kaki menuju sebuah tempat makan dengan menu binatang laut, seperti
ikan, udang, kepiting dan yang lainya. Senang rasanya hari ini menikmati
keindahan pantai sebari merasakan kulinernya.
Keesokan
hari saat pagi mulai dingin terasa lagi dan lagi aku pergi ke pantai parang
tritis kali ini menikmati deburan ombak hanya berdua bersama tunanganku rasanya
senang sekali akhirnya cita-citaku menikmati pantai yang sejuk bersama
tunanganku tercapai sudah, bersama ku
lewati hari ini dengan canda tawa, menggenggam erat jemari hingga terhempas
ombak yang mengalun damai, pasir lembut yang temani sebari duduk bersantai
menikmati indahnya pantai yang tak terlihat ujungnya. Kebesaran-Nya sangat
mempesona menarik semua jiwa tuk bersyukur karena menciptakan alam yang indah
ini.
Setelah
beberapa lama merasakan indahnya pantai parang tritis bersama kekasih hati.
Kini tiba saatnya mencari oleh-oleh untuk sanak saudara di bandung. Sebelum
sore hari datang menjemput kita tuk meninggalkan tempat istimewa ini dan
kembali berkutik dengan kesibukan di bandung.
buat dita senyum2 sendiri terus bilang "harus kesana lagi!"
BalasHapusNice Post !
hehehe... yuu ahh kita ksana bsama
BalasHapus