aqubocahpemimpi.blogspot.com

Jumat, 13 Juli 2012

Kajian Strukturalisme-Semiotik


  Kajian Strukturalisme-Semiotik
dalam Puisi Berjudul “ Orang-Orang Miskin
karya: W.S. Rendra
oleh: Emy Suci Triani
 
BAB I
Pendahuluan

A.   Latar Belakang Masalah

Setiap orang memiliki cara yang seringkali berbeda dalam mengungkapkan pandangannya atau permikirannya terhadap realitas yang ada di sekitar dan yang kita temui. Karya sastra sering digunakan untuk mengungkapkan pikiran dan isi hati biasanya menggunakan puisi atau syiir-syiir yang juga sering dinikmati oleh masyarakat baik oleh pelajar, mahasiswa, maupun masyarakat pada umumnya.
Karya sastra merupakan hasil proses kreatif seorang sastrawan. Pada proses kreatif tersebut, tidak semata-mata hanya membutuhkan sebuah keterampilan, akan tetapi aspek pengalaman hidup, intelektual, wawasan keilmuan terutama kesusastraan, juga kejujuran sangat dibutuhkan dalam pembuatan karya sastra. Oleh karena itu, semakin banyak aspek pendukung maka karya yang dihasilkan pun akan semakin bernilai.
Hubungan karya satra dengan masyarakat, dengan teknologi informasi yang menyertainya, minat masyarakat terhadap manfaat penelitian interdisiplin, memberikan pengaruh terhadap perkembangan teori sastra selanjutnya. Strukturalisme, yang telah berhasil untuk memasuki hampir seluruh bidang kehidupan manusia, dianggap sebagai salah satu teori modern yang berhasil membawa manusia pada pemahaman secara maksimal.[1]
Puisi merupakan karya sastra yang terikat ketentuan atau syarat tertentu dan pengungkapannya tidak terperinci tidak detail atau tidak meluas. Isinya tidak sampai pada hal-hal nyang kecil dan tidak sejelas karya satra yang berbentuk prosa.[2]
Sajak ( karya sastra ) merupakan sebuah struktur. Struktur disini dalam arti bahwa karya sastra itu merupakan susunan unsure-unsur yang bersistem, yang antara unsure-unsurnya terjadi hubungan yang timbale balik, saling menentukan, jadi suatu unsure dalam sastra bukan hanya berupa kumpulan atau tumpukan hal-hal atau benda-benda yang berdiri sendiri-sendiri, melaikan hal-hal itu saling terikat.[3]
Beberapa aliran dalam ilmu sastra, seperti strukturalisme dan ilmu sastra linguistik, dengan tepat atau tidak tepat, dinamakan diri semiotik. Semiotik ialah ilmu yang secara sistematik mempelajari tanda-tanda dan lambang – lambang, system-sistem lambang dan proses perlambangan.
Sastra merupakan sebuah system tanda sekunder; semiotik sastra mempelajari bahasa alami yang dipakai dalam satra, misalnya bahasa Indonesia atau Inggris, tetapi juga system-sistem tanda lainnya, untuk menemukan kode-kodenya.[4]
Saussure menolak gagasan yang menyatakan bahwa bahasa adalah sebuah tumpukan kata yang secara berangsur terkumpul sepanjang masa dan fungsi utamanya adalah untuk menerangkan benda-benda di dunia.
Dalam bahasa Indonesia symbol pada umumnya disamakan dengan lambang. Dalam sastra, system symbol yang terpenting adalah bahasa. Sesuai dengan hakikatnya, tanda tanda bahasa dikaitkan dengan denotatum atas dasar perjanjian.[5]
Strukturalis mencoba mendeskripsikan sistem tanda sebagai bahasa-bahasa, Strauss dengan mith, kinship dan totemisme, Lacan dengan unconcious, Barthes dan Greimas dengan grammar of narrative. Mereka bekerja mencari struktur dalam (deep structure) dari bentuk struktur luar (surface structure) sebuah fenomena. Semiotik sosial kontemporer telah bergerak di luar perhatian struktural yaitu menganalisis hubungan - hubungan internal bagian-bagian dengan a self contained system, dan mencoba mengembangkan penggunaan tanda dalam situasi sosial yang spesifik.
Buku Saussure yang berjudul Cours de linguistique generale, terbit pada tahun 1916, dianggap sebagai asal muasal strukturalis, sekaligus menempatkan teori bahasa, yaitu linguistic sebagai bagian integral teori-teori komunikasi dan keseluruhan hubungan social.[6]
Menurut Ferdinad de Saussure Bahasa adalah ciri pembeda yang paling menonjol karena dengan bahasa setiap kelompok sosial merasa dirinya sebagai kesatuan yang berbeda dari kelompok yang lain. Bahasa juga adalah objek dari semiologi.
Bahasa adalah salah satu diantara banyak system tanda. Ilmu tentang system itu disebut “ semiotik ” biasa dipandang bahwa strukturalisme dan semiotik termasuk kedalam bidang teoretis yang sama.[7]
Bagi lotman teks puitik adalah sebuah system dari beberapa system hubungan dari beberapa hubungan. Bentuk ini memadatkan beberapa system yang masing-masing mempunyai tegangan, paralelisme, pengulangan, danoposisinya sendiri. Puisi mengaktifkan penanda secara penuh, memacu kata bekerja sekeras mungkin dibawah tekanan yang berat dari kata-kata disekitarnya, dan dengan demikian melepaskan potensinya yang paling kaya.[8]
Puisi adalah salah satu bentuk karya sastra yang memiliki banyak makna dan makna teori apa untuk membedah makna tersebut. Puisi merupakan ungkapan perasaan penulis yang diterjemahkan dalam susunan kata-kata yang membuat bait-bait berirama dan memiliki makna yang dalam.
Puisi adalah karya tulis hasil perenungan seorang penyair atas suatu keadaan atau peristiwa yang diamati, dihayati, atau dialaminya. Cetusan ide yang berasal dari peristiwa atau keadaan itu dikemas oleh penyair ke dalam behasa yang padat dan indah.[9]
Membacakan puisi dapat menjadi sebuah penampilan menarik seperti halnya menari dan menyanyi. Pembaca puisi akan tampil dengan menarik jika ia memahami isi puisi yang dibacakan, memiliki lafal yang jelas dalam membaca teks, menguasai pola tekanan dan intonasi pembacaan teks puisi, dan ekspresi serta gerak-gerak penyertaan yang sesuai dengan isi puisi.
Puisi sebagai salah sebuah karya seni sastra dapat dikaji dari bermacam-macam aspeknya. Puisi dapat dikaji strukturnya dan unsur-unsurnya, mengingat bahwa puisi itu adalah struktur yang tersusun dari bermacam-macam unsur dan sarana-sarana kepuitisan.[10]
Puisi selalu terkait dengan emosi, pengalaman, sikap, dan pendapat-pendapat tentang situasi atau kejadian yang ditampilkan secara abstrak atau implisit.[11]
Alasan akademik yang mendorong dilakukannya penelitian dengan pendekatan strukturalisme semiotik pada puisi berjudul Puisi Berjudul Orang-Orang Miskinkarya: W.S. Rendra ini adalah sebagai berikut:
Pertama, karena dalam puisi tersebut banyak penggunaan bahasa sastra yang sulit di mengerti oleh sebagian orang, sehingga dilakukan penelitian secara structural semiotik.
Kedua, karena puisi tersebut menceritakan tentang kemanusiaan yang menarik untuk dijadikan renungan diri kita untuk mencari ilmu pengetahuan untuk bekal masa depan nanti agar tak jadi orang miskin yang tak mengerti arah hidup daan hanya memikirkan cara mereka hidup, dengan bahasa yang menarik dan memilihan kata yang sesuai tetapi sulit dimengerti jika tidak diteliti terlebih dahulu sehingga dilakukan penelitian secara structural semiotik.
Dari penjelasan diatas, alasan pemilihan objek kajian ini dapat di sederhanakan sebagai berikut : (a) isi pokok puisi tersebut menggunakan bahasa konotatif yang sesuai dengan isi puisi. (b) penggunaan bahasa yang dipandang perlu di teliti dengan struktural semiotik agar lebih mudah dimengerti.
Dari uraian diatas, tampak perlu adanya sebuah kajian puisi yang uraiannya lebih mendalam, sistematis, tetapi praktis dapat dipergunakan untuk memahami puisi secara lebih mudah, oleh karena itu peneliti memfokuskan kajiannya dengan judul.
Kajian Strukturalisme-Semiotik
dalam Puisi Berjudul Orang-Orang Miskin
karya: W.S. Rendra

B.   Identifikasi dan Rumusan Masalah

Penelitian ini di fokuskan pada kajian strukturalisme semiotik, yang membahas bagaimana sistem tanda yang dipakai dalam sastra. Agar mempermudah pemahaman tentang penggunaan bahasa pada puisi tersebut.
Agar  peneliti fokus terarah, maka akan dirumuskan masalah pokok penelitian yang berkisar pada hal-hal sebagai berikut :
1.   Bagaimana analisis bahasa puisi : unsur-unsur dan struktur yang saling berhubungan diantara unsur-unsur bahasa puisi itu ?
2.   Bagaimana Pemaknaan puisi baik perkata maupun keseluruhan?

C.   Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan utama dalam penelitian ini adalah:
1.      Mengetahui teori dan metode strukturalisme semiotik pada puisi yang berjudul “ Orang-Orang Miskin ” karya: W.S. Rendra
2.      Memahami makna dari isi puisi yang berjudul “ Orang-Orang Miskin ” karya: W.S. Rendra

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi para pengajar, pembelajar maupun peneliti dalam bidang ilmu bahasa dan sastra. Adapun manfaat yang diharapkan adalah sebagai berikut:

1.   Manfaat Teoretis

ilmu sastra, khususnya dalam bidang genre puisi, dan lebihnya sebagai penerapan teori sastra untuk kajian ilmiah. Teori strukturalisme semiotik ini di Indonesia dapat dikatakan masih baru, munculnya sekitar tahun 1975. Secara nyata, teori dan metode itu baru diperkenalkan tahun 1978 pada penataran dan pengembangan bahasa. Dengan demikian teori dan metode ini memungkinkan pemahaman karya satra yang mendalam, khususnya pada puisi yang berjudul “ Orang-Orang Miskin ” karya: W.S. Rendra
2.   Manfaat Praktis

Kajian ini akan bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan masyarakat ataupun kalangan akademik untuk memahami puisi khussnya bagi mahasiswa yang akan megkaji strukturalisme semiotic pada puisi.

D.   Kerangka Berpikir
Strukturalisme itu pada dasarnya merupakan cara berfikir tentang dunia yang terutama berhubungan dengan tanggapan dan deskripsi struktur-struktur, menurut pikiran strukturalisme, dunia ( karya sastra merupakan dunia yang diciptakan pengarang ) lebih merupakan susunan hubungan dari pada susunan benda-benda.
Sumbagan de Saussure bagi semiologi pertama-tama adalah penekanan pentingnya suatu ilmu tanda yang tercantum dalam kata pengantar bukunya. Kedua, ia mengembangkan definisi tanda bahasa yang kemudian dikembangkan lagi oleh pengikut strukturalisme dalam suatu system tanda yang lebih luas.
Semiotic sastra ala peirce yang merancangkan secara sistematik sebuah teori tentang tanda ialah filusuf Amerika Charles Peirce ( 1839-1914 ). Kita saling mengadakan komunikasi lewat tanda-tanda. Tanda-tanda bahasa hanya merupakan salah satu kelompok tanda yang kita pergunakan. Kata-kata, tetapi juga kalimat dan teks-teks termasuktanda-tanda bahasa. Menurut pierce ada tiga factor yang menentukan adanya sebuah tanda, yaitu tanda itu sendiri, hal yang ditandai dan sebuah tanda baru yang terjadi dalam batin si penerima, tanda itu merupakan suatu gejala yang dapat dicerap atara tanda yang pertama dan apa yang ditandai.[12]
Teori Semiotik ini dikemukakan oleh Ferdinand De Saussure (1857-1913). Dalam teori ini semiotik dibagi menjadi dua bagian (dikotomi) yaitu penanda (signifier) dan pertanda (signified). Penanda dilihat sebagai bentuk/wujud fisik dapat dikenal melalui wujud karya arsitektur, sedang pertanda dilihat sebagai makna yang terungkap melalui konsep, fungsi dan/atau nilai-nlai yang terkandung didalam karya arsitektur. Eksistensi semiotika Saussure adalah relasi antara penanda dan petanda berdasarkan konvensi, biasa disebut dengan signifikasi. Semiotika signifikasi adalah sistem tanda yang mempelajari relasi elemen tanda dalam sebuah sistem berdasarkan aturan atau konvensi tertentu. Kesepakatan sosial diperlukan untuk dapat memaknai tanda tersebut.
Menurut Saussure, tanda terdiri dari: Bunyi-bunyian dan gambar, disebut signifier atau penanda, dan konsep-konsep dari bunyi-bunyian dan gambar, disebut signified. Dalam berkomunikasi, seseorang menggunakan tanda untuk mengirim makna tentang objek dan orang lain akan menginterpretasikan tanda tersebut. Objek bagi Saussure disebut “referent”. Hampir serupa dengan Peirce yang mengistilahkan interpretant untuk signified dan object untuk signifier, bedanya Saussure memaknai “objek” sebagai referent dan menyebutkannya sebagai unsur tambahan dalam proses penandaan. Contoh: ketika orang menyebut kata “anjing” (signifier) dengan nada mengumpat maka hal tersebut merupakan tanda kesialan (signified). Begitulah, menurut Saussure, “Signifier dan signified merupakan kesatuan, tak dapat dipisahkan, seperti dua sisi dari sehelai kertas.” (Sobur, 2006).[13]
E.Tinjauan Pustaka

           Dalam penelitian ini dikhususkan pada pembahasan strukturalisme-semiotik. Banyak sekali penelitian yang dilakukan oleh para peneliti mengenai strukturalisme-semiotik sehingga memberikan kesempatan pada para peneliti untuk mengembangkan lebih lanjut penelitian tentang strukturalisme-semiotik.

           Berkaitan dengan masalah penelitian yang berhubungan dengan masalah strukturalisme-semiotik dari berbagai informasi yang didapat yang sama sama meneliti tentang strukturalisme semiotik yaitu diantaranya: analisis strukturalisme dan semiotic dalam novel perempuan dititik nol karya nawal sadawi oleh lidya pega. Pada penelitian lidya membahas mengenai pembacaan heuristic dan heurmenetik pada novel perempuan dititik nol yang memiliki kata yang sulit dipahami oleh masyarakat sehingga di jadikan penelitian agar mengetahui makna melalui pendekatan strukturalisme semiotik.

F. Metode dan Langkah Penelitian

1.   Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, yaitu dengan menganalisis berdasarkan satuan-satuan tanda yang bermakna dengan tidak melupakan saling hubungan dan fungsi structural setiap satuan tanda tersebut.
Metode deskriptif, yaitu metode penelitian yang ditunjukkan untuk menjelaskan suatu masalah yang bersifat kasuistik dengan cara menggambarkan kasus yang diteliti, berdasarkan hubungkan antara teori dengan kenyataan di lapangan.[14]
Dengan metode deskriptif penelitian strukturalisme semiotik ini perlu dipahami maknanya dengan pembacaan semiotic. Pembacaan semiotic itu berupa pembacaan heuristik dan pembacaan retroaktif atau heurmenetik.

2.   Langkah-langkah Penelitian

a.    Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah puisi berjudul “ Orang-Orang Miskin ” karya: W.S. Rendra Jenis Data Penelitian
Data dalam penelitian ini adalah kualitatif berupa puisi berjudul “ Orang-Orang Miskin ” karya: W.S. Rendra Yang didalamnya terdapat kajian tentang strukturalisme semiotik.
b.   Teknik Pengumpulan data Penelitian
Teknik pengumpulan data yang ditempuh dalam penelitian ini yaitu dengan teknik kepustakaan. Dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1)   Membaca puisi “ Orang-Orang Miskin ” karya: W.S. Rendra.
2)   Mempelajari dan menelah kata maupun kalimat, sehingga menjadi bagian yang dikaji.
3)   Mengumpulkan dan mempelajari literature-literatur yang berkaitan dengan masalah yang akan dikaji.

c.    Analisis Data
Data yang telah terkumpul kemudian peneliti mencari kata-kata dalam puisi tersebut yang akan dianalisis menggunakan strukturalisme semiotic, untuk mengetahui kata-kata yang sulit dimengerti masyarakat lainnya yang tidak menganalisis puisi tersebut dengan kajian strukturalisme semiotik.
d.   Merumuskan simpulan
Kesimpulan adalah akhir dari penelitian sebagai jawaban permasalahan yang terdapat dalam rumusan masalah.

G.  Sistematika Penulisan
Untuk memperoleh hasil penelitian yang diharapkan, maka penelitian ini dibagi menjadi empat bab.
Bab I pendahuluan yang meliputi : Latar belakang masalah, Identifikasi dan rumusan masalah, Tujuan dan manfaat penelitian, Tinjauan pustaka, Kerangka berpikir, Metode dan langkah penalitian, Sistematika penulisan.
Bab II berisi landasan teoritis penelitian strukturalisme semiotic dalam puisi “ Orang-Orang Miskin ” karya: W.S. Rendra Yang meliputi pengertian strukturalisme, pengertian semiotic.
Bab III berisi analisis strukturalisme semiotic pada puisi berjudul  “ Orang-Orang Miskin ” karya: W.S. Rendra yang meliputi pembacaan semiotic berupa pembacaan heuristic dan hermeneutic.
Bab IV berisi penutup dari rangkaian kegiatan yang mencangkup simpulan dan saran atau rekomendasi.












BAB II
Landasan Teori

A.   Strukturalisme
Strukturalisme pada dasarnya merupakan cara berpikir tentang dunia yang terutama berhubungan dengan tanggapan dan deskripsi struktur-struktur. Dalam pandangan ini karya sastra diasumsikan sebagai fenomena yang memiliki struktur yang saling terkait satu sama lain. Kodrat struktur itu akan bermakna apabila dihubungkan dengan struktur lain. Struktur tersebut memiliki bagian yang kompleks, sehingga pemaknaan harus diarahkan ke dalam hubngan antar unsure secara keseluruhan akan lebih berarti disbanding bagian atau fragmen struktur ( Endraswara,2004: 49.[15]
Strukturalisme adalah suatu metode analisis yang dikembangkan oleh banyak semiotisian berbasis model lingusitik Saussure. Strukturalis bertujuan untuk mendeskripsikan keseluruhan pengorganisasian sistem tanda sebagai bahasa seperti yang dilakukan Lévi-Strauss dan mitos, keteraturan hubungan dan totemisme, Lacan dan alam bawah sadar; serta Barthes dan Greimas dengan grammar pada narasi. Mereka melakukan suatu pencarian untuk suatu struktur yang tersembunyi yang terletak di bawah permukaan yang tampak dari suatu fenomena.
Strukturalisme sastra tumbuh subur di tahun 1960-an sebagai usaha untuk menerapkan pada kesusastraan metode dan kemampuan memahami dari pendiri linguistic structural modern, Ferdinand de Saussure. Karena kini banyak yang telah mempopulerkan karya Saussure yang sangat penting, course in general linguistic ( 1916 ). Saussure mamandang bahasa sebagai sebuah system tanda, yang harus dipelajari secara ‘sinkronis’ maksudnya dipelajari sebagai satu system yang lengkap pada satu waktu tertentu dan bukan secara diakronis yaitu dalam perkembangan sejarahnya.[16]
Strukturalisme itu pada dasarnya merupakan cara berfikir tentang dunia yang terutama berhubungan dengan tanggapan dan deskripsi struktur-struktur, menurut pikiran strukturalisme, dunia ( karya sastra merupakan dunia yang diciptakan pengarang ) lebih merupakan susunan hubungan daripada susunan benda-benda.
Strukturalisme semiotik ini jelas memperlakukan manusia semata-mata sebagai wadah, sebagai tempat persinggahan. Ada beberapa cara yang ditawarkan dalam rangka menganalisis karya satrra secara semiotic, cara yang paling umum adalah dengan menganalisis karya melalui dua tahapan sebagaimana ditaearkan oleh Wellek dan Waren ( 1962 ), yaitu:
a)   Analisis intrinsic ( analisis mikrostruktur )
b)   Analisis ekstrinsik ( analisis makrostruktur )
Cara yang lain, sebagaimana dikemukakan oleh Abrams ( 1976:6-29 ) dilakukan dengan menggabungkan empat aspek yaitu:
a)   Pengarang ( ekspresif )
b)   Semestaan ( mimetic )
c)   Pembaca ( pragmatic )
d)  Objektif ( karya sastra itu sendiri )[17]
Penerapan strukturalisme dalam disiplin ilmu linguistic yang dipelopori oleh Ferdinad de Saussure , melalui mazhab jenewa, merupakan langkah yang sangat maju dalam rangka mengarahkan teori tersebut sebagai teori modern selanjutnya. Knsep dasar yang ditawarkan adalah perbedaan yang jelas dikotomi antara  a) significant ( bentuk, bunyi, lambang, penanda ). b) parole ( tuturan, penggunaan bahasa individual) dan angue ( bahasa yang hokum-hukumya telah disepakati bersama ) dan c) sinkroni ( analisis karya-karya sezaman ).[18]
Strukturalisme menurut para ahli
 Sebagai penemu stuktur bahasa, Saussure berargumen dengan melawan para sejarawan yang menang yang pendekatan filologi. Dia mengajukan pendekatan ilmiah, yang didekati dari sistem terdiri dari elemen dan peraturannya dalam pembuatannya yang bertujuan menolong komnunikasi dalam masyarakat. Dipengaruhi oleh Emile Durkheim dalam sebuah social fact, yang berdasar pada objektivitas di mana psikologi dan tatanan sosial dipertimbangkan Saussure memandang bahasa sebagai gudang (lumbung) dari tanda tanda diskusif yand dibagikan oleh sebuah komunitas. Bahasa bagi Saussure adalah modal interpretasi utama dunia, dan menuntut suatu ilmu yang disebut semiologi.
Metode Strauss adalah anthropologi dan linguistik secara serempak. Unsur-unsur yang digelutinya adalah mengenai mitos, adat-istiadat, dan masyarakatnya sendiri. Dalam proses analisisnya, manusia kemudian dipandang sebagai suatu porsi dari struktur, yang tidak dikonstitusikan oleh analisis itu, melainkan dilarutkan dengan analisis Perubahan penekanan dari manusia ke struktur merupakan ciri umum pemikiran strukturalis.
Jacques Lacan (Freudian) dalam psikologi menggambarkan pekerjaan Saussure dan Levi-Strauss untuk menekankan pendapat Sigmund Freud dengan bahasa dan argumen yang, sebagai sebuah tatanan kode, bahasa dapat mengungkapkan ketidaksadaran orang itu. Hal ini masalah, bahwa bahasa selalu bergerak dan dinamis, termasuk metafora, metonomi, kondensasi serta pergeserannya  Jean Piaget sendiri menggambarkan Strukturalismenya sebagai sebuah struktur yang terpadu, yaitu yang unsur-unsurnya adalah anggota dari sistem di luar struktur itu sendiri. Sistem itu ditangkap melalui kognisi anggota masyarakat sebagai kesadaran kolektif.
  • Roland Berthes
Benerapkan analis strukturalis pada kritik sastra dengan menganggap berbagai macam ekspresi atau analisis bahasa sebagai bahasa yang berbeda-beda. Tugas kritik sastra adalah terjemahan, yaitu mengekspresikan sistem formal yang telah dibentangkan penulisnya dengan suatu bahasa. Hal ini terkait dengan kondisi zamannya.
Strukturalisme modern atau poststrukturalisme dalam bidang filsafat adalah dengan mendekati subjektivitas dari generasi dalam berbagai wacana epistemik dari tiruan maupun pengungkapannya. Sebagaimana peran isntitusional dari pengetahuan dan kekausaan dalam produksi dan pelestarian disiplin tertentu dalam lingkungan dan ranah sosial juga berlaku pendekatan itu. Dalam disiplin ini, Focault menyarankan, di dalam perubahan teori dan praktek dari kegilaan, kriminalitas, hukuman, seksualitas, kumpulan catatan itu dapat menormalisasi setiap individu dalam pengertian mereka.
Strukturalisme terkait kekristenan dalam atemporal sturkturalisme sebenarnya cocok dengan penekanan eternalistik kekristenan.
Sebuah puisi adalah sebuah struktur yang terdiri dari unsur-unsur pembangun. I. A. Richard (dalam Waluyo, 1991: 27) menyatakan bahwa puisi terdiri dari dua unsur, yaitu hakikat puisi dan metode puisi. Hakikat adalah unsur hakiki yang menjiwai puisi, sedangkan medium bagaimana hakikat itu diungkapkan disebut metode puisi. Hakikat puisi terdiri atas tema, nada, perasaan, dan amanat; metode puisi terdiri atas diksi, pengimajian, kata konkret, majas, rima, dan ritma . Menurut Waluyo (1991: 28) puisi terdiri atas dua unsur pokok , yakni struktur fisik dan struktur batin. Struktur batin puisi terdiri dari atas tema, nada perasaan , dan amanat; sedangkan sedangkan struktur fiksi puisi terdiri atas; diksi, pengimajian, kata konkert, majas, versifikasi, dan tipografi.
        i.            Struktur fisik puisi
a)      Diksi (Pemilihan Kata)
Diksi berasal dari bahasa latin dicere, dictum yang berarti to say (Scott dalam Imron, 2005: 44). Diksi adalah pemilihan kata untuk mendapatkan kepuitisan atau untuk mendapatkan nilai estetik dalam puisi (Pradopo, 2000: 54). Pemilihan kata berkaitan erat dengan hakikat karya sastra yang penih dengan intensitas. Sastrawan dituntut cermat dalam memilih kata-kata karena kaakata yang ditulis harus dipertimbangkan maknanya, komposisinya dalam kalimat dan wacana, kedudukan kata tersebut di tengah kata lain, dan kedudukan kata dalam keseluruhan karya sastra. Untuk ketepatan pemilihan kata sering kali penyair menggantikan kata yang digunakan berkali-kali, sering juga mengubah kata-katanya untuk ketepatan dan kepadatannya.
b)      Pengimajian
Pencitraan kata (imagery) berasal dari bahasa latin imago (image) dengan bentuk verbanya imitari (to imitate). Pencitraan kata merupakan penggambaran angan-angan dalam puisi. Penyair tidak hanya menciptakan musik verba, tetapi juga pencipta gambaran dalam kata-kata untuk mendeskripsikan sesuatu sehingga pembaca dapat melihat, merasakan, dan mendengarkannya (Scott dalam Imron, 2005: 47).[19]
c)      Kata konkret
Kata konkret ialah kata-kata yang dapat dilukiskan dengan tepat, membayangkan dengan jitu akan apa yang hendak dikemukakan oleh penyair (Scott dalam Imron, 1995: 48). Untuk membangkitkan imajinasi pembaca maka kata-kata harus diperkonkret.
d)     Bahasa Figuratif ( Majas )
Penyair menggunakan bahasa yang bersusun-susun atau berpigura sehingga disebut bahasa yang figuratif. Bahasa figurative menyebabkan puisi menjadi prismatis artinya memancarkan banyak makna atau kata akan makna. Bahasa figuratif adalah bahasa yang tidak biasa, yakni secara tidak langsung mengungkapkan makna.
e)      Kiasan (Gaya bahasa)
Perbandingan.
Kiasan yang tidak langsung disebut perbandingan atau simile.
Personifikasi.
Keadaan atau peristiwa alam sering dikiaskan sebagai keadaan atas peristiwa yang dialami oleh manusia. Dalam hal ini benda mati dianggap sebagai manusia atau pesona, atau di”personifikasi”kan.
Hiperbola.
Hiperbola adalah kiasan yang berlebih- lebihan.
Ironi.
Ironi adalah kata yang bersifat berlawanan untuk memberikan sindiran. Ironi dapat berubah menjadi simile dan sarkasme, yakni penggunaan kata- kata yang keras dan kasar untuk menyindir atau mengkritik (Waluyo, 1991: 83-86).
f)       Versifikasi (Ritma, Rima, Metrum)
Bunyi dalam puisi menghasilkan rimi dan ritme. Rima adalah pengulangan bunyi dalam puisi untuk membentuk musikalitas atau orkestrasi. Ritma sangat berhubungan dengan bunyi, kata, frasa, dan kalimat.
      ii.            Struktur Batin Puisi
1)      Tema
Tema adalah sesuatu yang mendorong pengarang menciptakan puisi atau mungkin memberi pengalaman batin kepada pembaca sebagaimana pengalaman batin yang ia rasakan atau ingin memberikan kenikmatan emosional melalui kemampuan menyajikan lirik yang indah (Semi, 1998: 108).
2)      Perasaan (Feeling)
Perasaan ialah sesuatu yang merupakan kekayaan pengalaman batin pengarang yang disampaikan lewat puisi ciptaannya. Melalui puisi tersebut kita dapat melihat bagaimana jalan pikiran pengarang dan bagaimana pula emosi yangm enguasainya atau hendak ditimbulkan (Waluyo, 1988: 108). Feeling dalam puisi ialah perasaan yang disampaikan penyair melalui puisi yang diciptakannya. Sajak mengungkapkan perasaan yang berasa antara lain: sedih, kecewa, benci, cinta, kagum, haru, bahagia, terasing, tersinggung, kesepian, menyesal, dan setia kawan (Waluto, 1995: 134)
3)      Nada dan Suasana
Dalam menulis puisi, penyair mempunyai sikap tertentu terhadap pembaca, apakah dia ingin bersikap menggurui, menasihati, mengejek, menyindir atau bersikap lugas hanya menceritakan sesuatu kepada pembaca. Sikap penyair kepada pembaca ini disebut nada puisi. Jika nada merupakan sikap penyair terhadap pembaca, maka suasana adalah keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisi itu atau akibat psikologis yang ditimbukan puisi itu terhadap pembaca (Waluyo, 1991: 125).).
4)      Amanat
Amanat atau tujuan ialah sesuatu yang mendorong pengarang menciptakan puisi dengan maksud menyampaikan sesuatu pesan (Waluyo, 1988: 109).
Amanat adalah pesan yang ingin disampaikan penyair kepada pembaca lewat karyanya. Amanat atau pesan merupakan nasihat yang ditangkap pembaca setelah membaca puisi. Amanat dapat bersifat interpretatif, artinya setiap orang mempunyai penafsiran makna yang berbeda dengan yang lain.

B.   Semiotik
Kata semiotic berasal dari kata Yunani semeon, yang berarti tanda.maka semiotic itu berarti ilmu tanda. Semiotic adalah cabang ilmu yang berurusan dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda, seperti system tanda dan proses yang berlaku bagi penggunaan tanda.[20]
Peirce mengemukakan teori segitiga makna atau triangle meaning yang terdiri dari tiga elemen utama, yakni tanda (sign), object, dan interpretant. Tanda adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk (merepresentasikan) hal lain di luar tanda itu sendiri. Tanda menurut Peirce terdiri dari Simbol (tanda yang muncul dari kesepakatan), Ikon (tanda yang muncul dari perwakilan fisik) dan Indeks (tanda yang muncul dari hubungan sebab-akibat). Sedangkan acuan tanda ini disebut objek.Objek atau acuan tanda adalah konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda. Interpretant atau pengguna tanda adalah konsep pemikiran dari orang yang menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu makna tertentu atau makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda.Hal yang terpenting dalam proses semiosis adalah bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang saat berkomunikasi.[21]
kata semiotic berasal dari kata Yunani Semeion, yang berarti tanda. Maka semiotika berarti ilmu tanda. Semiotika adalah cabang ilmu yang berurusan dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda, seperti system tanda dan proses yang berlaku bagi penggunaan tanda.[22]
Semiotik sastra yaitu ilmu satra yang sungguh-sungguh “ tries to discover the conventions which make meaning possible ” atau dengan rumusan lain “ attempts to discover the nature of the codes which make literary communication possible ” ( mencoba menemukan konvensi yang memungkinkan adanya makna atau berusaha mencari ciri-ciri kode yang menjadikan komunikasi ).[23]
Menurut Peirce ada tiga factor yang menentukan adanya sebuah tanda, yaitu tanda itu sendiri, hal yang ditandai dan sebuah tanda baru yang terjadi dalam batin si penerima. Tanda itu merupakan suatu gejala yang dapat dicerap ataupun suatu gejala yang lewat penafsiran dapat dicerap.[24]
Ada macam-macam pendekatan semiotic. Pertama yang disebut semiologis dan yag mempergunakan definisi yang pertama diberikan oleh de Saussure ( significant – signifie )dan yang dalam kalangan prancis diolah oleh barthes. Filusuf Amerika, Charles Peirce ( 1834- 1914 ) memperkenalkan sifat representatife ( denotatum ), sifat interpretant dan dasar yang menopang tanda itu. Hubungan tanda dan denotatun dapat dibdakan sebagai ikon, indeks, dan berdasarkan konvensi, setiap interpretant menjadi satu tanda baru, sehingga terjadi suatu rangkaian tanda menerus.[25]
Menganalisis sajak itu bertujuan memahami makna sajak. Menganalisis sajak adalah usaha menangkap dan member makna kepada teks sajak. Karya satra itu merupakan struktur yang bermakana. Hal ini mengingat bahwa karya sastra itu merupakan system tanda yang mempunyai makna yang mempergunakan medium bahasa.[26]
‘Tanda’ dan ‘hubungan’ kemudian menjadi kata-kata kunci dalam analisis semiotika. Bahasa dilucuti strukturnya dan dianalisis dengan cara mempertalikan penggunaannya beserta latar belakang penggunaaan bahasa itu. Usaha-usaha menggali makna teks harus dihubungkan dengan aspek-aspek lain di luar bahasa itu sendiri atau sering juga disebut sebagai konteks. Teks dan konteks menjadi dua kata yang tak terpisahkan, keduanya berkelindan membentuk makna. Konteks menjadi penting dalam interpretasi, yang keberadaannnya dapat dipilah menjadi dua, yakni intratekstualitas dan intertekstulaitas. Intratekstualitas menunjuk pada tanda-tanda lain dalam teks, sehingga produki makna bergantung pada bagaimana hubungan antartanda dalam sebuah teks. Sementara intertekstualitas menunjuk pada hubungan antarteks alias teks yang satu dengan teks yang lain. Makna seringkali tidak dapat dipahami kecuali dengan menghubungkan teks yang satu dengan teks yang lain.[27]
Sebagaimana dikemukakan oleh Preminger dkk. ( 1974:981 ), penelitian semiotic sastra adalah usaha untuk menganalisis karya sastra sebagai system tanda –tanda dan menentukan konvensi-konvensi yang memungkinkan karya sastra mempunyai makna. Peneliti menyendirikan satuan-satuan berfungsi dan konvensi-konvensi sstra yang berlaku. [28]
Untuk dapat memberi makna secara semiotik, pertama kali dapat dilakukan dengan pembacaan heuristik dan hermeneutik atau retroaktif (Riffaterre, 1978:5–6). Konsep ini akan diterapkan sebagai langkah awal dalam usaha untuk mengungkap makna dan fenomena yang terkandung dalam puisi .
BAB III
Analisis Strukturalisme semiotic

A.   Puisi yang dikaji
Orang-Orang Miskin
karya W.S. Rendra

Orang-orang miskin di jalan,
Yang tinggal di dalam selokan,
Yang kalah di dalam pergulatan,
Yang diledek oleh impian,
Janganlah mereka ditinggalkan.
Angin membawa bau baju mereka.
Rambut mereka melekat di bulan purnama.
Wanita-wanita bunting berbaris di cakrawala,
Mengandung buah jalan raya.
Orang-orang miskin.
Orang-orang berdosa.
Bayi gelap dalam batin.
Rumput dan lumut jalan raya.
Tak bisa kamu abaikan.
Bila kamu remehkan mereka,
di jalan  kamu akan diburu bayangan.
Tidurmu akan penuh igauan,
dan bahasa anak-anakmu sukar kamu terka.
Jangan kamu bilang negara ini kaya
Karena orang-orang berkembang di kota dan di desa.
Jangan kamu bilang dirimu kaya
Bila tetanggamu memakan bangkai kucingnya.
Lambang negara ini mestinya trompah dan blacu.
Dan perlu diusulkan
agar ketemu presiden tak perlu berdasi seperti Belanda.
Dan tentara di jalan jangan bebas memukul mahasiswa.
Orang-orang miskin di jalan
Masuk ke dalam tidur malammu.
Perempuan-perempuan bunga raya
Menyuapi putra-putramu.
Tangan-tangan kotor dari jalanan
Meraba-raba kaca jendelamu.
Mereka tak bisa kamu biarkan.
Jumlah mereka tak bisa kamu mistik menjadi nol.
Mereka akan menjadi pertanyaan
yang mencegat ideologimu.
Gigi mereka yang kuning
akan meringis di muka agamamu.
Kuman-kuman sipilis dan tbc dari gang-gang gelap
akan hinggap di gorden presidenan
dan buku programma gedung kesenian.
Orang-orang miskin berbaris sepanjang sejarah,
Bagai udara panas yang selalu ada,
Bagai gerimis yang selalu membayang.
Orang-orang miskin mengangkat pisau-pisau
Tertuju ke dada kita,
atau ke dada mereka sendiri.
O, kenangkanlah :
Orang-orang miskin
juga berasal dari kemah Ibrahim

A.   Analisi strukturalisme
a.     Struktur fisik puisi
·         Diksi
Pemilihan kata pada puisi diatas lebih menekankan pada kata-kata yang bertajuk kemirisan dan kesedihan yang diungkapkan pada kata-kata: dijalan, selokan, pergulatan, impian, di cakrawala, jalan raya, berdosa, dalam batin, miskin, abaikan, bayangan, igauan, terka, di kota dan di desa, blacu, dari jalanan, gang-gang gelap, sepanjang sejarah, pisau-pisau.

·         Pengimajinasian
Kata-kata yang diambil atas gambaran dari bayangan konkret seperti pada kata Yang tinggal di dalam selokan, Angin membawa bau baju mereka, Rumput dan lumut jalan ray, Orang-orang miskin di jalan, Meraba-raba kaca jendelamu, Gigi mereka yang kuning. Mengandung imajinasi visual penglihatan.

·         Kata konkret
Untuk melukiskan daya baying pembaca penulis mengkonkretkan kata-kata seperti pada  kalimat Angin membawa bau baju mereka, Rambut mereka melekat di bulan purnama, Orang-orang miskin berbaris sepanjang sejarah, Bagai udara panas yang selalu ada, Bagai gerimis yang selalu membayang.

·         Bahasa figurative
Bahasa yang digunakan bermakna kias yang menggambarkan secara tidak langsung suatu makna. Seperti kalimat Yang diledek oleh impian yang bermakna seseorang yang tak mungkin memenuhi semua keinginannya. Pada kalimat Bayi gelap dalam batin yang bermakna bayi yang lahir karena hubungan gelap ibunya.  Pada kalimat  Rumput dan lumut jalan raya yang bermakna hal-hal yang menjijikan yang ada dijalan raya. Seperti pada kalimat Bila tetanggamu memakan bangkai kucingnya yang bermakana seseorang yang tak bisa membeli makan karena kemiskinan. Pada kalimat Perempuan-perempuan bunga raya yang bermakna perempuan tua susila. Pada kalimat Orang-orang miskin berbaris sepanjang sejarah yang bermakna orang-orang miskin yang semakin bertambah sepenjang hari.
·         Kiasan gaya bahasa
Hiperbola
pada kalimat yang tinggal didalam selokan, yang diledek impian, wanita bunting berbaris dicakrawala, mengandung buah jalan raya, Lambang negara ini mestinya trompah dan blacu, akan meringis di muka agamamu.
Personifikasi
            Pada kalimat Rambut mereka melekat dibulan purnama, rumput dan lumut jalan raya, dijalan kamu akan diburu jalanan.
Ironi
            Pada kalimat agar ketemu presiden tak perlu berdasi seperti Belanda, bila tetanggamu memakan bangkai kucingnya.
Perbandingan
            Pada kalimat bagai udara panas yang selalu ada, bagai gerimis yang selalu membayang.
b.      Struktur Batin Puisi
Tema
Tema yang terdapat pada puisi diatas adalah kemiskinan yang menceritakan bagaimana miskinnya Negara ini yang mencari makan dengan mengandalkan segalanya walau tu penuh dengan dosa.
Perasaan (Feeling)
            Perasaan pengarang pada puisi diatas menggambarkan kemirisan yang terjadi di Negara kita yang semakin banyak kemiskinan dan menjadikan para wanita menjual dirinya demi menghidupi anak-anaknya, dan menggambarkan kemarahan pengarang kepada pemerintah yang hanya memikirkan kehidupan mereka yang bergelimang harta tanpa memikirkan rakyatnya yang merajalela karena kemiskinan.
Nada dan Suasana
            Dalam puisi ini pengarang bertujuan menyindir pemerintah yang tak bisa menangani kemiskinan di Negara ini dan menyindir orang-orang yang merasa dirinya kaya padahal masih banyak diluar sana yang tak bisa makan.
Amanat
            Amanat yang terkandung dalam puisi diatas adalah agar kita tidak merasa kaya diatas kesengsaraan orang diluar sana agar kita bisa membantu mereka yang kesusahan.

B.   Pembacaan semiotic

a.      Pembacaan Heuristik
Dalam pembacaan heuristic ini, sajak dibaca berdasarkan konvensi bahasa atau system bahasa sesuai dengan kedudukan bahasa sebagai system semiotic tingkat pertama . sajak dibaca secara linier sebagai mana dibaca menurut struktur normative bahasa. Pada umumnya, bahasa puisi menyimpang dari penggunaan bahasa biasa ( bahasa normatif ). Bahasa puisi merupakan deotomatisasi atau defamilirisasi ketidakotomatisan atau ketidak biasaan, ini merupakan sifat kepuitisan yang dapat dialami secara empiris ( shklovsky via Hawkes, 1978: 62 ).[29]
Oleh karena itu, pembacaan ini semua yang tidak biasa dibuat biasa atau harus di naturalisasikan ( culler, 1977; 134 )sesuai dengan system bahasa normative. Bilamana perlu, kata-kata diberi awalan atau akhiran, disispkan kata-kata supaya hubungan kalimat-kalimat puisi menjadi jelas. Begitu juga, logika yang tidak biasa dikembangkan pada logika bahasa yang biasa. Hal ini mengingat bahwa puisi itu menyatakan sesuatusecara tidak langsung. Pembacaan heuristik pada puisi berjudul orang-orang miskin karya W.S. Rendra sebagai berikut :
Bait Pertama
“ Orang-orang miskin di jalan ” ini bukan logika bahasa biasa karena itu dapat di naturalisasikan menjadi :  orang-orang miskin ( yang hidup ) di jalan . “ Yang tinggal di ( pingiran ) selokan”. “ Yang kalah di dalam pergulatan ” dapat di naturalisasikan menjadi : ( Orang miskin ) yang kalah di dalam ( memperjuangkan hidup ). “ Yang diledek oleh impian” dapat di naturalisasikan menjadi : ( orang miskin ) yang tak bisa memperoleh impian. “Janganlah mereka ditinggalkan ” dapat dinaturalisasikan menjadi : janganlah mereka ( diabaikan ).
Bait kedua
“ Angin membawa bau baju mereka” dapat di naturalisasikan menjadi: Angin ( debu yang kotor ) menjadikan bau baju mereka . “ Rambut mereka melekat di bulan purnama ” dapat di naturalisasikan menjadi: ( orang-orang miskin ) yang rambutnya ( indah seperti ) bulan purnama. “ Wanita-wanita bunting berbaris di cakrawala ” dapat di naturalisasikan menjadi:  wanita- wanita ( hamil ) karena ( menjual diri ) berbaris di jalanan. “ Mengandung buah jalan raya ” dapat di naturalisasikan menjadi: mengandung ( anak ) hasil ( menjual diri ) di jalan raya.
Bait ketiga
“ Orang-orang miskin. Orang-orang berdosa ”  dapat dinaturalisasikan menjadi Orang-orang miskin ( menjual diri sehingga ) berdosa. “ Bayi gelap dalam batin. Rumput dan lumut jalan raya ” dapat dinaturalisasikan menjadi bayi ( hasil hubungan gelap ) menjadi hal yang ( menjijikan ) di jalan raya. “ Tak bisa kamu abaikan ” dapat dinaturalisasikan menjadi: tak bisa kita ( biarkan terus terjadi ).
Bait keempat
“ Bila kamu remehkan mereka ” dapat dinaturalisasikan menjadi: bila kamu ( memandang rendah ) mereka. “ di jalan  kamu akan diburu bayangan ” dapat dinaturalisasikan menjadi: dijalan kamu akan ( merasa resah ). “ Tidurmu akan penuh igauan ”dapat dinaturalisasikan menjadi: tidurmu akan ( merasa resah ) dan penuh ( mimpi buruk ).

Bait kelima
“ Jangan kamu bilang negara ini kaya ” dapat dinaturalisasikan menjadi jangan bilang Negara ini ( Negara yang berlimpah harta ). “ Karena orang-orang berkembang di kota dan di desa ” dapat di naturalisasikan menjadi: ( merasa negara kaya ) karena orang-orang dikota dan didesa. “ Jangan kamu bilang dirimu kaya ” dapat dinaturalisasikan menjadi: jangan ( kau merasa ) hidupmu kaya. “ Bila tetanggamu memakan bangkai kucingnya ” dapat dinaturalisasikan menjadi: bila tetanggamu ( tak bisa membeli makan ). “ Lambang negara ini mestinya trompah dan blacu ” dapat dinaturalisasikan menjadi: lambang nergara ini seharusnya dari ( kain blacu ). “ Dan perlu diusulkan agar ketemu presiden tak perlu berdasi seperti Belanda ” dapat dinaturalisasikan menjadi: dan perlu diusulkan agar presiden tak perlu ( rapi dijaga ) seperti belanda. “ Dan tentara di jalan jangan bebas memukul mahasiswa ” dapat dinaturalisasikan menjadi: dan ( polisi ) dijalan tak ( seenaknya ) memukul mahasiswa.
Bait keenam
“ Orang-orang miskin di jalan ”dapat dinaturalisasikan menjadi: orang-orang miskin ( yang hidup ) di jalan. “ Masuk ke dalam tidur malammu ” dapat dinaturalisasikan masuk kedalam ( pikiranmu setiap ) malam. “ Perempuan-perempuan bunga raya ” dapat dinaturalisasikan menjadi: perempuan-perempuan ( tuna susila ). “ Menyuapi putra-putramu ” dapat dinaturalisasikan menjadi: ( memberi makan ) putra-putramu. “ Tangan-tangan kotor dari jalanan ” dapat dinaturalisasikan menjadi: ( hasil tuna susila ) dijalanan. “ Meraba-raba kaca jendelamu ” dapat dinaturalisasikan menjadi: meraba-raba ( setiap hati semua orang ). “ Mereka tak bisa kamu biarkan ” dapat dinaturalisasikan menjadi: meraka tak bisa kamu ( abaikan ).
Bait ketujuh
 “ Jumlah mereka tak bisa kamu mistik menjadi nol ” dapat dinaturalisasikan menjadi: jumlah mereka tak bisa kamu ( anggap tidak ada ). “ Mereka akan menjadi pertanyaan yang mencegat ideologimu ” dapat dinaturalisasikan menjadi: mereka akan menjadi pertanyaan yang ( mengganggu pikiranmu ). “ Gigi mereka yang kuning ” dapat dinaturalisasikan menjadi Gigi mereka yang ( kotor ). “ akan meringis di muka agamamu ” dapat dinaturalisasikan menjadi: ( muka yang masam karena kecewa ) dimuka ( batin ). “ Kuman-kuman sipilis dan tbc dari gang-gang gelap ” dapat dinaturalisasikan menjadi: kuman-kuman sipilis dan tbc dari ( tempat mereka tinggal ). “ akan hinggap di gorden presidenan ” dapat dinaturalisasikan menjadi: akan hinggap ( menjadi masalah pemerintah ) kepresidenan. “ dan buku programma gedung kesenian ” dapat dinaturalisasikan menjadi: ( dan menjadi potret masalah ) di gedung kesenian.
Bait kedelapan
“ Orang-orang miskin berbaris sepanjang sejarah ” dapat dinaturalisasikan menjadi: orang-orang miskin ( semakin banyak ) sepanjang ( masa ). “ Bagai udara panas yang selalu ada” dapat dinaturalisasikan menjadi: bagai udara panas ( yang ada setiap hari ). “ Bagai gerimis yang selalu membayang ” dapat dinaturalisasikan menjadi: bagai gerimis ( yang membayangi hidup ). “ Orang-orang miskin mengangkat pisau-pisau ” dapat dinaturalisasikan menjadi: orang-orang miskin ( marah ). “ Tertuju ke dada kita atau ke dada mereka sendiri ” dapat dinaturalisasikan menjadi: tertuju ke ( hati kita ) dan ( marah ) kepada diri sendiri.  “ O, kenangkanlah :Orang-orang miskin ” dapat dinaturalisasikan menjadi: ( ingin disamakan ) walau orang miskin. “ juga berasal dari kemah Ibrahim ” dapat dinaturalisasikan menjadi: mereka jua ( manusia yang sama dengan yang lain ).

b.    Pembacaan Hermeneutik
Pembacaan retroaktif atau hermeneutic adalah pembacaan ulang dari awal sampai akhir dengan penafsiran. Pembacaan ini adalah pemberian makna berdasarkan konvensi sastra ( puisi ). Puisi menyatakan suatu gagasan tidak langsung, dengan kiasan ( metafora ), ambiguitas, kontradiksi, dan pengorganisasian ruang  teks ( tanda-tanda visual ).[30]
pembacaan hermeneutik sebagai pembacaan berdasarkan konvensi sistem semiotik tingkat kedua (makna konotasi). Pada tahap ini, pembaca harus meninjau kembali dan membandingkan hal-hal yang telah dibacanya pada tahap pembacaan heuristik. Dengan cara demikian, pembaca dapat memodifikasi pemahamannya dengan pemahaman yang terjadi dalam pembacaan hermeneutik. Puisi harus dipahami sebagai sebuah satuan yang bersifat struktural atau bangunan yang tersusun dari berbagai unsur kebahasaan. Oleh karena itu, pembacaan hermeneutik pun dilakukan secara struktural atau bangunan yang tersusun dari berbagai unsur kebahasaan. Artinya, pembacaan itu bergerak secara bolak-balik dari suatu bagian ke keseluruhan dan kembali ke bagian yang lain dan seterusnya. Pembacaan ini dilakukan pada interpretasi hipogram potensial, hipogram aktual, model, dan matriks (Riffaterre,1978:5). Proses pembacaan yang dimaksudkan oleh Riffaterre (dalam Selden, 1993:126).[31]
Pembacaan hermeneutik pada puisi berjudul orang-orang miskin karya W.S. Rendra sebagai berikut:
Bait pertama
Dalam bait pertama diterangkan keadaan seseorang yang tak memiliki apapun orang-orang miskin  yang hidup  di jalan yang tinggal di  pingiran selokan yang hanya bisa pasrah akan keadaan yang merasa tak mungkin bisa menggapai semua impian indah yang diarapkan dan selalu kalah oleh orang kaya dalam cara mempertahankan hidup meraka hanya menanti bantuan untuk kemerdekaan hidupnya mereka yang tak ingin diabaikan oleh Negara.
Bait kedua
Secara structural bait kedua ini berhubungan dengan bait pertama, bait kedua merupakan keterangan tentang keterangan orang-orang miskin lebih lanjut.
Orang-orang miskin yang berada dijalan menjadikan baju mereka kotor dengan hal-hal yang negative bekerja menjadi seseorang yang indah bagai purnama di malam hari tapi kenyataannya mereka tetaplah kotor. Mereka seperti menjual diri demi menghidupi dirinya dan dan mengandung hasil dari perbuatan negatifnya itu
Bait ketiga
            Orang-orang miskin itu tak mengenal dosa yang mereka pikirkan hanya demi menyambung hidupnya, kita tak seharusnya membiarkan mereka kelaparan dan mencari makan mengandung bayi yang tak berdosa yang dianggap menjijikan karena ibunya menjadi tuna susila  dijalan raya.
Bait keempat
Bila kamu memandang rendah  mereka mereka akan sangat marah mereka akan membuatmu selalu memikirkannya dengan penuh mimpi buruk dan mereka akan menjadikan hatmu resah bila melihat mereka dijalan.
Bait kelima
Jangan kamu bilang negara ini kaya artinya kamu tidak bisa menilai Negara ini kaya dengan melihat deretan mobil orang-orang yang bekerja dipemerintahan tanpa kamu lihat orang-orang miskin yang hidup dijalan yang melakukan apapun untuk mepertahankan hidup. Jangan kamu bilang dirimu kaya Bila tetanggamu memakan bangkai kucingnya artinya kamu tak bisa merasa kaya jika orang-orang disekitarmu msih kelaparan Lambang negara ini mestinya trompah dan blacu. Yang melambangkan kerusakan dan kemiskinan. Agar para polisi jalan raya tak seenaknya bisa memukul mahasiswa yang membela orang-orang miskin yang hidup dijalanan.
Bait keenam
 Orang-orang miskin di jalan Masuk ke dalam tidur malammu artinya kalian semua seharusnya memikirkan mereka para orang-orang miskin agar mereka bisa hidup layak tanpa harus bergantung pada pria hidung belang yang datang menghampiri saat kegelapan datang. Perempuan-perempuan bunga raya Menyuapi putra-putramu artinya para perempuan mencari nafkah dengan uang haram karena perbuatannya demi putra-putranya yang ingin makan kita seharusnya simpati melihat anak-anak tak berdosa di suapi dari tangan-tangan yang kotor dengan uang yang kotor pula. Mereka tak seharusnya dibiarkan seperti itu.
Bait ketujuh
Jumlah mereka semakin banyak dari hari kehari tak bisa kau anggap menjadi tidak ada Mereka akan menjadi pertanyaan yang mencegat ideologimu artinya mereka akan terus membuatmu miris dengan keadaan mereka yang semakin hari semakin memburuk. Gigi mereka yang kuning akan meringis di muka agamamu Kuman-kuman sipilis dan tbc dari gang-gang gelap artinya muka yang kotor karena debu jalanan akan menjadi masam karena kekecewaan mereka, setiap keburukan yang mereka punya akan menjadi maslah bagi pemerintah kepresidenan dan potret kemiskinan terpapang digedung kesenian.
Bait kedelapan
Orang-orang miskin selalu ada dan semakin bertambah di Negara ini bagai udara yang selalu ada disetiap detik hidup ini. Orang-orang miskin mengangkat pisau-pisau Tertuju ke dada kita, atau ke dada mereka sendiri artinya Kemiskinan mereka akan terus menyayat pikiran dan hati kita O, kenangkanlah :Orang-orang miskin juga berasal dari kemah Ibrahim artinya mereka ingin dibantu untuk kehidupannya diatas Negara yang kaya mereka merasa sama dengan manusia lain yang hidupnya penuh dengan kemewahan.











BAB IV
Kesimpulan dan Saran

A.   Kesimpulan
            Strukturalisme semiotik ini jelas memperlakukan manusia semata-mata sebagai wadah, sebagai tempat persinggahan. Ada beberapa cara yang ditawarkan dalam rangka menganalisis karya satrra secara semiotic, yait dengan cara pembacaan heuristic dan hermeneutic.
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan, menurut teori strukturalisme puisi berjudul Orang-orang miskin karya W.S. Rendra tersebut merupakan keseluruhan yang utuh, bagian-bagian atau unsure-unsurnya saling berkaitan, saling menentukan maknanya. Sehingga setelah dilakukan pembacaan semiotic yang mencangkup pembacaan heuristic dan hermeneutic sesuai dengan teorinya yaitu untuk mempermudah pemahaman dan pemaknaan puisi tersebut.
B.   Saran
Kajian strukturalisme semiotic ini dapat lakukan untuk mempermudah pemahaman dan pemaknaan yang ada di dalam puisi yang menurut kita sulit untuk dimengerti.
Daftar Pustaka

Nyoman Kutha Ratna, ( 2011 ). Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Rachmat Djoko Pradopo, ( 2010 ). Pengkajian Puisi Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Jan Van Luxemburg, (1992 ). Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: Gramedia

Raman Selden, ( 1996 ). Panduan Pembaca Teori Sastra Masa Kini. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Terry Eagleton, ( 2007 ). Teori Sastra Sebuah Pengantar Komprehensif. Yogyakarta: Jalasutra

Dawud, dkk, ( 2004 ). Bahasa dan Sastra Indonesia. Bandung: Erlangga

Suwaedi Endaswara, ( 2005 ). Metode Teori Pengajaran Sastra. Buana Pustaka

Aart Van Zoest, ( 1993 ). Semiotika, tentang tanda, cara kerja dan apa yang kita lakukan dengannya, Jakarta: Yayasan Sumber agung

A. Teeuw, ( 2003 ). Sastera dan Ilmu Sastera. Jakarta: Pustaka Jaya

Pedoman penyusunan karya tulis ilmiah skripsi, tesis dan disertasi, UIN Sunan Gunung Djati Bandung  2009
Zainuddin, ( 1992 ). Kumpulan Puisi. Jakarta: Rineka Cipta
A. Wahid sy, Metode Kerja Strukturalisme Murni
Anang hermawan, mengenal semiotika Roland Barthes. http://www.averroes.or.id/thought/mitos-dan-bahasa-media-mengenal-semiotika-roland-barthes.html                                                                                                                                                                                                                                                                


[1] Nyoman Kutha Ratna, Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011 ), h. 75
[2] Zainuddin, Kumpulan Puisi, ( Jakarta: Rineka Cipta, 1992 ),  h. 100
[3] Rachmat Djoko Pradopo, Pengkajian Puisi ( Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2010 ), h.118
[4] Jan Van Luxemburg, Pengantar Ilmu Sastra, ( Jakarta: Gramedia, 1992 ), h. 45
[5] Nyoman Kutha Ratna, op.cit., h. 115
[6] Ibid, hal 99
[7] Raman Selden, Panduan Pembaca Teori Sastra Masa Kini, ( Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1996 ), h. 55
[8] Terry Eagleton, Teori Sastra Sebuah Pengantar Komprehensif, ( Yogyakarta: Jalasutra, 2007 ), h. 147.
[9] Dawud, dkk, Bahasa dan Sastra Indonesia, ( Bandung: Erlangga, 2004 ), h.28.
[10] Rachmat Djoko Pradopo, op. cit. ,h. 3.
[11] Suwaedi Endaswara, Metode Teori Pengajaran Sastra, ( Buana Pustaka, 2005 ), h. 109.
[12] Jan van  Luxemburg , op.cit., h.45
[13] Alexa, Semiotika menurut para ahli. ( http://jaririndu.blogspot.com/2011/11/teori-semiotik-menurut-para-ahli.html ) 6 jun 2012.
[14] Pedoman penyusunan karya tulis ilmiah skripsi, tesis dan disertasi, UIN Sunan Gunung Djati Bandung  2009.
[15] A. Wahid sy, Metode Kerja Strukturalisme Murni
[16] Terry Eagleton, op.cit., h.139
[17] Nyoman Kutha Ratna,  op. cit., h. 104.
[18]Ibid., h.34
[19] Ika Nailis Tsuraya, skripsi semiotic.
[20] Aart Van Zoest, Semiotika, tentang tanda, cara kerja dan apa yang kita lakukan dengannya, ( Jakarta: Yayasan Sumber agung, 1993 ), h.1
[21] Alexa, Semiotika menurut para ahli. ( http://jaririndu.blogspot.com/2011/11/teori-semiotik-menurut-para-ahli.html ) 6 jun 2012.
[22] Aart Van Zoest, Semiotika. op.cit.,h.1.
[23] A. Teeuw, Sastera dan Ilmu Sastera, ( Jakarta: Pustaka Jaya, 2003 ), h. 119.
[24] Jan Van Luxemburg, op. cit., h. 46.
[25] Dick Hartoko dan B. Rahmanto, Pemandu didunia sastra, ( Yogyakarta:  Kanisius, 1986 ), h. 131
[26] Rachmat Djoko Pradopo. op. cit., h.121.
[27] Anang hermawan, mengenal semiotika Roland Barthes. http://www.averroes.or.id/thought/mitos-dan-bahasa-media-mengenal-semiotika-roland-barthes.html ( 5 juni 2012 )
[28] Rachmat Djoko Pradopo, op. cit., h.268
[29] Rachmat Djoko Pradopo. op. cit.,. h.295.
[30] Rachmat Djoko Pradopo. op. cit.,  h.297.

1 komentar:

  1. untuk referensi yang Waluyo kenapa tidak dicantumkan di dapusnya??

    BalasHapus