Kajian Strukturalisme-Semiotik
dalam Puisi
Berjudul “ Orang-Orang Miskin ”
karya: W.S.
Rendra
oleh: Emy Suci
Triani
BAB I
Pendahuluan
A.
Latar Belakang Masalah
Setiap orang memiliki cara yang seringkali
berbeda dalam mengungkapkan pandangannya atau permikirannya terhadap realitas
yang ada di sekitar dan yang kita temui. Karya sastra sering digunakan untuk
mengungkapkan pikiran dan isi hati biasanya menggunakan puisi atau syiir-syiir
yang juga sering dinikmati oleh masyarakat baik oleh pelajar, mahasiswa, maupun
masyarakat pada umumnya.
Karya
sastra merupakan hasil proses kreatif seorang sastrawan. Pada proses kreatif
tersebut, tidak semata-mata hanya membutuhkan sebuah keterampilan, akan tetapi
aspek pengalaman hidup, intelektual, wawasan keilmuan terutama kesusastraan,
juga kejujuran sangat dibutuhkan dalam pembuatan karya sastra. Oleh karena itu,
semakin banyak aspek pendukung maka karya yang dihasilkan pun akan semakin
bernilai.
Hubungan
karya satra dengan masyarakat, dengan teknologi informasi yang menyertainya,
minat masyarakat terhadap manfaat penelitian interdisiplin, memberikan pengaruh
terhadap perkembangan teori sastra selanjutnya. Strukturalisme, yang telah
berhasil untuk memasuki hampir seluruh bidang kehidupan manusia, dianggap
sebagai salah satu teori modern yang berhasil membawa manusia pada pemahaman
secara maksimal.[1]
Puisi
merupakan karya sastra yang terikat ketentuan atau syarat tertentu dan
pengungkapannya tidak terperinci tidak detail atau tidak meluas. Isinya tidak
sampai pada hal-hal nyang kecil dan tidak sejelas karya satra yang berbentuk
prosa.[2]
Sajak (
karya sastra ) merupakan sebuah struktur. Struktur disini dalam arti bahwa
karya sastra itu merupakan susunan unsure-unsur yang bersistem, yang antara
unsure-unsurnya terjadi hubungan yang timbale balik, saling menentukan, jadi
suatu unsure dalam sastra bukan hanya berupa kumpulan atau tumpukan hal-hal
atau benda-benda yang berdiri sendiri-sendiri, melaikan hal-hal itu saling
terikat.[3]
Beberapa
aliran dalam ilmu sastra, seperti strukturalisme dan ilmu sastra linguistik,
dengan tepat atau tidak tepat, dinamakan diri semiotik. Semiotik ialah ilmu
yang secara sistematik mempelajari tanda-tanda dan lambang – lambang,
system-sistem lambang dan proses perlambangan.
Sastra
merupakan sebuah system tanda sekunder; semiotik sastra mempelajari bahasa
alami yang dipakai dalam satra, misalnya bahasa Indonesia atau Inggris, tetapi
juga system-sistem tanda lainnya, untuk menemukan kode-kodenya.[4]
Saussure
menolak gagasan yang menyatakan bahwa bahasa adalah sebuah tumpukan kata yang
secara berangsur terkumpul sepanjang masa dan fungsi utamanya adalah untuk
menerangkan benda-benda di dunia.
Dalam
bahasa Indonesia symbol pada umumnya disamakan dengan lambang. Dalam sastra,
system symbol yang terpenting adalah bahasa. Sesuai dengan hakikatnya, tanda
tanda bahasa dikaitkan dengan denotatum atas dasar perjanjian.[5]
Strukturalis
mencoba mendeskripsikan sistem tanda sebagai bahasa-bahasa, Strauss dengan mith,
kinship dan totemisme, Lacan dengan unconcious, Barthes dan Greimas
dengan grammar of narrative. Mereka bekerja mencari struktur dalam (deep
structure) dari bentuk struktur luar (surface structure) sebuah
fenomena. Semiotik sosial kontemporer telah bergerak di luar perhatian
struktural yaitu menganalisis hubungan - hubungan internal bagian-bagian dengan
a self contained system, dan mencoba mengembangkan penggunaan tanda
dalam situasi sosial yang spesifik.
Buku
Saussure yang berjudul Cours de linguistique generale, terbit pada tahun 1916,
dianggap sebagai asal muasal strukturalis, sekaligus menempatkan teori bahasa,
yaitu linguistic sebagai bagian integral teori-teori komunikasi dan keseluruhan
hubungan social.[6]
Menurut
Ferdinad de Saussure Bahasa adalah ciri pembeda yang paling menonjol karena
dengan bahasa setiap kelompok sosial merasa dirinya sebagai kesatuan yang
berbeda dari kelompok yang lain. Bahasa juga adalah objek dari semiologi.
Bahasa
adalah salah satu diantara banyak system tanda. Ilmu tentang system itu disebut
“ semiotik ” biasa dipandang bahwa strukturalisme dan semiotik termasuk kedalam
bidang teoretis yang sama.[7]
Bagi
lotman teks puitik adalah sebuah system dari beberapa system hubungan dari
beberapa hubungan. Bentuk ini memadatkan beberapa system yang masing-masing
mempunyai tegangan, paralelisme, pengulangan, danoposisinya sendiri. Puisi
mengaktifkan penanda secara penuh, memacu kata bekerja sekeras mungkin dibawah
tekanan yang berat dari kata-kata disekitarnya, dan dengan demikian melepaskan
potensinya yang paling kaya.[8]
Puisi adalah
salah satu bentuk karya sastra yang memiliki banyak makna dan makna teori apa
untuk membedah makna tersebut. Puisi merupakan ungkapan perasaan penulis yang
diterjemahkan dalam susunan kata-kata yang membuat bait-bait berirama dan
memiliki makna yang dalam.
Puisi adalah karya tulis hasil perenungan seorang penyair atas
suatu keadaan atau peristiwa yang diamati, dihayati, atau dialaminya. Cetusan
ide yang berasal dari peristiwa atau keadaan itu dikemas oleh penyair ke dalam
behasa yang padat dan indah.[9]
Membacakan puisi dapat menjadi sebuah penampilan menarik seperti
halnya menari dan menyanyi. Pembaca puisi akan tampil dengan menarik jika ia
memahami isi puisi yang dibacakan, memiliki lafal yang jelas dalam membaca
teks, menguasai pola tekanan dan intonasi pembacaan teks puisi, dan ekspresi
serta gerak-gerak penyertaan yang sesuai dengan isi puisi.
Puisi sebagai
salah sebuah karya seni sastra dapat dikaji dari bermacam-macam aspeknya. Puisi
dapat dikaji strukturnya dan unsur-unsurnya, mengingat bahwa puisi itu adalah
struktur yang tersusun dari bermacam-macam unsur dan sarana-sarana kepuitisan.[10]
Puisi selalu terkait dengan emosi, pengalaman, sikap, dan
pendapat-pendapat tentang situasi atau kejadian yang ditampilkan secara abstrak
atau implisit.[11]
Alasan akademik
yang mendorong dilakukannya penelitian dengan pendekatan strukturalisme
semiotik pada puisi berjudul Puisi Berjudul “ Orang-Orang Miskin ” karya:
W.S. Rendra ini adalah sebagai berikut:
Pertama, karena dalam puisi tersebut banyak
penggunaan bahasa sastra yang sulit di mengerti oleh sebagian orang, sehingga
dilakukan penelitian secara structural semiotik.
Kedua, karena puisi tersebut menceritakan
tentang kemanusiaan yang menarik untuk dijadikan renungan diri kita untuk
mencari ilmu pengetahuan untuk bekal masa depan nanti agar tak jadi orang
miskin yang tak mengerti arah hidup daan hanya memikirkan cara mereka hidup, dengan
bahasa yang menarik dan memilihan kata yang sesuai tetapi sulit dimengerti jika
tidak diteliti terlebih dahulu sehingga dilakukan penelitian secara structural
semiotik.
Dari penjelasan diatas, alasan pemilihan objek
kajian ini dapat di sederhanakan sebagai berikut : (a) isi pokok puisi tersebut
menggunakan bahasa konotatif yang sesuai dengan isi puisi. (b) penggunaan
bahasa yang dipandang perlu di teliti dengan struktural semiotik agar lebih
mudah dimengerti.
Dari
uraian diatas, tampak perlu adanya sebuah kajian puisi yang uraiannya lebih
mendalam, sistematis, tetapi praktis dapat dipergunakan untuk memahami puisi
secara lebih mudah, oleh karena itu peneliti memfokuskan kajiannya dengan judul.
Kajian
Strukturalisme-Semiotik
dalam Puisi
Berjudul “ Orang-Orang Miskin ”
karya: W.S.
Rendra
B.
Identifikasi
dan Rumusan Masalah
Penelitian ini
di fokuskan pada kajian strukturalisme semiotik, yang membahas bagaimana sistem
tanda yang dipakai dalam sastra. Agar mempermudah pemahaman tentang penggunaan
bahasa pada puisi tersebut.
Agar peneliti fokus terarah, maka akan dirumuskan
masalah pokok penelitian yang berkisar pada hal-hal sebagai berikut :
1.
Bagaimana analisis bahasa puisi : unsur-unsur
dan struktur yang saling berhubungan diantara unsur-unsur bahasa puisi itu ?
2.
Bagaimana Pemaknaan puisi baik perkata maupun
keseluruhan?
C.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan utama dalam penelitian ini adalah:
1.
Mengetahui teori dan metode strukturalisme
semiotik pada puisi yang berjudul “ Orang-Orang Miskin ” karya: W.S. Rendra
2.
Memahami makna dari isi puisi yang berjudul “ Orang-Orang
Miskin ” karya: W.S. Rendra
Penelitian ini
diharapkan mampu memberikan manfaat bagi para pengajar, pembelajar maupun
peneliti dalam bidang ilmu bahasa dan sastra. Adapun manfaat yang diharapkan
adalah sebagai berikut:
1.
Manfaat Teoretis
ilmu sastra,
khususnya dalam bidang genre puisi, dan lebihnya sebagai penerapan teori sastra
untuk kajian ilmiah. Teori strukturalisme semiotik ini di Indonesia dapat
dikatakan masih baru, munculnya sekitar tahun 1975. Secara nyata, teori dan
metode itu baru diperkenalkan tahun 1978 pada penataran dan pengembangan
bahasa. Dengan demikian teori dan metode ini memungkinkan pemahaman karya satra
yang mendalam, khususnya pada puisi yang berjudul “ Orang-Orang Miskin ”
karya: W.S. Rendra
2.
Manfaat Praktis
Kajian ini akan bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan masyarakat
ataupun kalangan akademik untuk memahami puisi khussnya bagi mahasiswa yang
akan megkaji strukturalisme semiotic pada puisi.
D.
Kerangka
Berpikir
Strukturalisme
itu pada dasarnya merupakan cara berfikir tentang dunia yang terutama
berhubungan dengan tanggapan dan deskripsi struktur-struktur, menurut pikiran
strukturalisme, dunia ( karya sastra merupakan dunia yang diciptakan pengarang
) lebih merupakan susunan hubungan dari pada susunan benda-benda.
Sumbagan
de Saussure bagi semiologi pertama-tama adalah penekanan pentingnya suatu ilmu
tanda yang tercantum dalam kata pengantar bukunya. Kedua, ia mengembangkan
definisi tanda bahasa yang kemudian dikembangkan lagi oleh pengikut
strukturalisme dalam suatu system tanda yang lebih luas.
Semiotic
sastra ala peirce yang merancangkan secara sistematik sebuah teori tentang
tanda ialah filusuf Amerika Charles Peirce ( 1839-1914 ). Kita saling
mengadakan komunikasi lewat tanda-tanda. Tanda-tanda bahasa hanya merupakan
salah satu kelompok tanda yang kita pergunakan. Kata-kata, tetapi juga kalimat
dan teks-teks termasuktanda-tanda bahasa. Menurut pierce ada tiga factor yang
menentukan adanya sebuah tanda, yaitu tanda itu sendiri, hal yang ditandai dan
sebuah tanda baru yang terjadi dalam batin si penerima, tanda itu merupakan suatu
gejala yang dapat dicerap atara tanda yang pertama dan apa yang ditandai.[12]
Teori
Semiotik ini dikemukakan oleh Ferdinand De Saussure (1857-1913). Dalam teori
ini semiotik dibagi menjadi dua bagian (dikotomi) yaitu penanda (signifier) dan
pertanda (signified). Penanda dilihat sebagai bentuk/wujud fisik dapat dikenal
melalui wujud karya arsitektur, sedang pertanda dilihat sebagai makna yang
terungkap melalui konsep, fungsi dan/atau nilai-nlai yang terkandung didalam
karya arsitektur. Eksistensi semiotika Saussure adalah relasi antara penanda
dan petanda berdasarkan konvensi, biasa disebut dengan signifikasi. Semiotika
signifikasi adalah sistem tanda yang mempelajari relasi elemen tanda dalam sebuah
sistem berdasarkan aturan atau konvensi tertentu. Kesepakatan sosial diperlukan
untuk dapat memaknai tanda tersebut.
Menurut
Saussure, tanda terdiri dari: Bunyi-bunyian dan gambar, disebut signifier atau
penanda, dan konsep-konsep dari bunyi-bunyian dan gambar, disebut signified.
Dalam berkomunikasi, seseorang menggunakan tanda untuk mengirim makna tentang
objek dan orang lain akan menginterpretasikan tanda tersebut. Objek bagi
Saussure disebut “referent”. Hampir serupa dengan Peirce yang mengistilahkan interpretant
untuk signified dan object untuk signifier, bedanya Saussure memaknai “objek”
sebagai referent dan menyebutkannya sebagai unsur tambahan dalam proses
penandaan. Contoh: ketika orang menyebut kata “anjing” (signifier) dengan nada
mengumpat maka hal tersebut merupakan tanda kesialan (signified). Begitulah,
menurut Saussure, “Signifier dan signified merupakan kesatuan, tak dapat
dipisahkan, seperti dua sisi dari sehelai kertas.” (Sobur, 2006).[13]
E.Tinjauan
Pustaka
Dalam penelitian
ini dikhususkan pada pembahasan strukturalisme-semiotik. Banyak sekali
penelitian yang dilakukan oleh para peneliti mengenai strukturalisme-semiotik
sehingga memberikan kesempatan pada para peneliti untuk mengembangkan lebih
lanjut penelitian tentang strukturalisme-semiotik.
Berkaitan dengan
masalah penelitian yang berhubungan dengan masalah strukturalisme-semiotik dari
berbagai informasi yang didapat yang sama sama meneliti tentang strukturalisme
semiotik yaitu diantaranya: analisis strukturalisme dan semiotic dalam novel
perempuan dititik nol karya nawal sadawi oleh lidya pega. Pada penelitian lidya
membahas mengenai pembacaan heuristic dan heurmenetik pada novel perempuan
dititik nol yang memiliki kata yang sulit dipahami oleh masyarakat sehingga di
jadikan penelitian agar mengetahui makna melalui pendekatan strukturalisme
semiotik.
F.
Metode dan Langkah Penelitian
1.
Metode Penelitian
Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, yaitu dengan
menganalisis berdasarkan satuan-satuan tanda yang bermakna dengan tidak
melupakan saling hubungan dan fungsi structural setiap satuan tanda tersebut.
Metode
deskriptif, yaitu metode penelitian yang ditunjukkan untuk menjelaskan suatu
masalah yang bersifat kasuistik dengan cara menggambarkan kasus yang diteliti,
berdasarkan hubungkan antara teori dengan kenyataan di lapangan.[14]
Dengan
metode deskriptif penelitian strukturalisme semiotik ini perlu dipahami
maknanya dengan pembacaan semiotic. Pembacaan semiotic itu berupa pembacaan
heuristik dan pembacaan retroaktif atau heurmenetik.
2.
Langkah-langkah Penelitian
a.
Sumber
Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah puisi berjudul “ Orang-Orang Miskin ” karya: W.S. Rendra Jenis
Data Penelitian
Data dalam penelitian ini adalah kualitatif berupa puisi berjudul “ Orang-Orang Miskin ” karya: W.S.
Rendra Yang didalamnya terdapat kajian tentang strukturalisme semiotik.
b.
Teknik
Pengumpulan data Penelitian
Teknik pengumpulan data yang ditempuh dalam penelitian ini yaitu
dengan teknik kepustakaan. Dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1)
Membaca
puisi “ Orang-Orang Miskin ” karya: W.S. Rendra.
2)
Mempelajari
dan menelah kata maupun kalimat, sehingga menjadi bagian yang dikaji.
3)
Mengumpulkan
dan mempelajari literature-literatur yang berkaitan dengan masalah yang akan
dikaji.
c.
Analisis
Data
Data yang telah terkumpul kemudian peneliti mencari kata-kata dalam
puisi tersebut yang akan dianalisis menggunakan strukturalisme semiotic, untuk
mengetahui kata-kata yang sulit dimengerti masyarakat lainnya yang tidak
menganalisis puisi tersebut dengan kajian strukturalisme semiotik.
d.
Merumuskan
simpulan
Kesimpulan adalah akhir dari penelitian sebagai jawaban
permasalahan yang terdapat dalam rumusan masalah.
G.
Sistematika Penulisan
Untuk memperoleh hasil penelitian yang diharapkan, maka penelitian
ini dibagi menjadi empat bab.
Bab I pendahuluan yang meliputi : Latar belakang masalah,
Identifikasi dan rumusan masalah, Tujuan dan manfaat penelitian, Tinjauan
pustaka, Kerangka berpikir, Metode dan langkah penalitian, Sistematika
penulisan.
Bab II berisi landasan teoritis penelitian strukturalisme semiotic
dalam puisi “ Orang-Orang Miskin ” karya: W.S.
Rendra Yang meliputi pengertian strukturalisme, pengertian semiotic.
Bab III berisi analisis strukturalisme semiotic pada puisi berjudul
“ Orang-Orang
Miskin ” karya: W.S. Rendra yang meliputi pembacaan semiotic berupa pembacaan
heuristic dan hermeneutic.
Bab IV berisi penutup dari rangkaian kegiatan yang mencangkup
simpulan dan saran atau rekomendasi.
BAB II
Landasan Teori
A.
Strukturalisme
Strukturalisme
pada dasarnya merupakan cara berpikir tentang dunia yang terutama berhubungan
dengan tanggapan dan deskripsi struktur-struktur. Dalam pandangan ini karya
sastra diasumsikan sebagai fenomena yang memiliki struktur yang saling terkait
satu sama lain. Kodrat struktur itu akan bermakna apabila dihubungkan dengan
struktur lain. Struktur tersebut memiliki bagian yang kompleks, sehingga
pemaknaan harus diarahkan ke dalam hubngan antar unsure secara keseluruhan akan
lebih berarti disbanding bagian atau fragmen struktur ( Endraswara,2004: 49.[15]
Strukturalisme
adalah suatu metode analisis yang dikembangkan oleh banyak semiotisian berbasis
model lingusitik Saussure. Strukturalis bertujuan untuk mendeskripsikan
keseluruhan pengorganisasian sistem tanda sebagai bahasa seperti yang dilakukan
Lévi-Strauss dan mitos, keteraturan hubungan dan totemisme, Lacan dan alam
bawah sadar; serta Barthes dan Greimas dengan grammar pada narasi. Mereka
melakukan suatu pencarian untuk suatu struktur yang tersembunyi yang terletak
di bawah permukaan yang tampak dari suatu fenomena.
Strukturalisme
sastra tumbuh subur di tahun 1960-an sebagai usaha untuk menerapkan pada
kesusastraan metode dan kemampuan memahami dari pendiri linguistic structural
modern, Ferdinand de Saussure. Karena kini banyak yang telah mempopulerkan
karya Saussure yang sangat penting, course in general linguistic ( 1916 ).
Saussure mamandang bahasa sebagai sebuah system tanda, yang harus dipelajari
secara ‘sinkronis’ maksudnya dipelajari sebagai satu system yang lengkap pada
satu waktu tertentu dan bukan secara diakronis yaitu dalam perkembangan
sejarahnya.[16]
Strukturalisme
itu pada dasarnya merupakan cara berfikir tentang dunia yang terutama
berhubungan dengan tanggapan dan deskripsi struktur-struktur, menurut pikiran
strukturalisme, dunia ( karya sastra merupakan dunia yang diciptakan pengarang
) lebih merupakan susunan hubungan daripada susunan benda-benda.
Strukturalisme
semiotik ini jelas memperlakukan manusia semata-mata sebagai wadah, sebagai
tempat persinggahan. Ada beberapa cara yang ditawarkan dalam rangka
menganalisis karya satrra secara semiotic, cara yang paling umum adalah dengan
menganalisis karya melalui dua tahapan sebagaimana ditaearkan oleh Wellek dan
Waren ( 1962 ), yaitu:
a) Analisis
intrinsic ( analisis mikrostruktur )
b) Analisis
ekstrinsik ( analisis makrostruktur )
Cara
yang lain, sebagaimana dikemukakan oleh Abrams ( 1976:6-29 ) dilakukan dengan
menggabungkan empat aspek yaitu:
a) Pengarang
( ekspresif )
b) Semestaan
( mimetic )
c) Pembaca
( pragmatic )
d) Objektif
( karya sastra itu sendiri )[17]
Penerapan
strukturalisme dalam disiplin ilmu linguistic yang dipelopori oleh Ferdinad de
Saussure , melalui mazhab jenewa, merupakan langkah yang sangat maju dalam
rangka mengarahkan teori tersebut sebagai teori modern selanjutnya. Knsep dasar
yang ditawarkan adalah perbedaan yang jelas dikotomi antara a) significant ( bentuk, bunyi, lambang,
penanda ). b) parole ( tuturan, penggunaan bahasa individual) dan angue (
bahasa yang hokum-hukumya telah disepakati bersama ) dan c) sinkroni ( analisis
karya-karya sezaman ).[18]
Strukturalisme
menurut para ahli
- Ferdinand De Saussure dalam linguistik.
Sebagai
penemu stuktur bahasa, Saussure berargumen dengan melawan para sejarawan yang
menang yang pendekatan filologi. Dia mengajukan pendekatan ilmiah, yang didekati
dari sistem terdiri dari elemen dan peraturannya dalam pembuatannya yang
bertujuan menolong komnunikasi
dalam masyarakat. Dipengaruhi oleh Emile Durkheim
dalam sebuah social fact, yang berdasar pada objektivitas di mana psikologi dan
tatanan sosial dipertimbangkan Saussure memandang bahasa sebagai gudang
(lumbung) dari tanda tanda diskusif
yand dibagikan oleh sebuah komunitas.
Bahasa bagi Saussure adalah modal interpretasi utama dunia, dan menuntut suatu
ilmu yang disebut semiologi.
- Levi-Strauss dalam masyarakat.
Metode
Strauss adalah anthropologi dan linguistik secara serempak. Unsur-unsur yang
digelutinya adalah mengenai mitos, adat-istiadat, dan masyarakatnya sendiri.
Dalam proses analisisnya, manusia kemudian dipandang sebagai suatu porsi dari
struktur, yang tidak dikonstitusikan oleh analisis itu, melainkan dilarutkan
dengan analisis Perubahan penekanan dari manusia ke struktur merupakan ciri
umum pemikiran strukturalis.
- L.S Vygostsky, Jacques Lacan dan Jean Piaget dalam psikologi,
Jacques
Lacan (Freudian) dalam psikologi menggambarkan pekerjaan Saussure dan
Levi-Strauss untuk menekankan pendapat Sigmund Freud dengan bahasa dan argumen
yang, sebagai sebuah tatanan kode, bahasa dapat mengungkapkan ketidaksadaran
orang itu. Hal ini masalah, bahwa bahasa selalu bergerak dan dinamis, termasuk
metafora, metonomi, kondensasi serta pergeserannya Jean Piaget sendiri menggambarkan
Strukturalismenya sebagai sebuah struktur yang terpadu, yaitu yang
unsur-unsurnya adalah anggota dari sistem di luar struktur itu sendiri. Sistem
itu ditangkap melalui kognisi anggota masyarakat sebagai kesadaran kolektif.
- Frege, Hillbert dalam meta-logika meta-matematika.
- Roland Berthes
Benerapkan
analis strukturalis pada kritik sastra
dengan menganggap berbagai macam ekspresi
atau analisis bahasa sebagai bahasa yang berbeda-beda. Tugas kritik sastra
adalah terjemahan, yaitu mengekspresikan sistem formal yang telah
dibentangkan penulisnya dengan suatu bahasa. Hal ini terkait dengan kondisi
zamannya.
- Michel Foucault dalam filsafat.
Strukturalisme
modern atau poststrukturalisme dalam bidang filsafat adalah dengan mendekati
subjektivitas dari generasi dalam berbagai wacana epistemik dari tiruan maupun
pengungkapannya. Sebagaimana peran isntitusional dari pengetahuan dan kekausaan
dalam produksi dan pelestarian disiplin tertentu dalam lingkungan dan ranah sosial juga berlaku pendekatan itu.
Dalam disiplin ini, Focault menyarankan, di dalam perubahan teori dan praktek
dari kegilaan, kriminalitas, hukuman, seksualitas, kumpulan catatan itu dapat menormalisasi
setiap individu dalam pengertian mereka.
- Guenther Schiwy dalam kekristenan
Strukturalisme terkait kekristenan dalam
atemporal sturkturalisme sebenarnya cocok dengan penekanan eternalistik
kekristenan.
Sebuah
puisi adalah sebuah struktur yang terdiri dari unsur-unsur pembangun. I. A.
Richard (dalam Waluyo, 1991: 27) menyatakan bahwa puisi terdiri dari dua unsur,
yaitu hakikat puisi dan metode puisi. Hakikat adalah unsur hakiki
yang menjiwai puisi, sedangkan medium bagaimana hakikat itu diungkapkan disebut
metode puisi. Hakikat puisi terdiri atas tema, nada, perasaan,
dan amanat; metode puisi terdiri atas diksi, pengimajian, kata
konkret, majas, rima, dan ritma . Menurut Waluyo (1991: 28)
puisi terdiri atas dua unsur pokok , yakni struktur fisik dan struktur batin.
Struktur batin puisi terdiri dari atas tema, nada perasaan , dan amanat;
sedangkan sedangkan struktur fiksi puisi terdiri atas; diksi, pengimajian, kata
konkert, majas, versifikasi, dan tipografi.
i.
Struktur fisik puisi
a) Diksi
(Pemilihan Kata)
Diksi
berasal dari bahasa latin dicere, dictum yang berarti to say
(Scott dalam Imron, 2005: 44). Diksi adalah pemilihan kata untuk mendapatkan
kepuitisan atau untuk mendapatkan nilai estetik dalam puisi (Pradopo, 2000:
54). Pemilihan kata berkaitan erat dengan hakikat karya sastra yang penih
dengan intensitas. Sastrawan dituntut cermat dalam memilih kata-kata karena
kaakata yang ditulis harus dipertimbangkan maknanya, komposisinya dalam kalimat
dan wacana, kedudukan kata tersebut di tengah kata lain, dan kedudukan kata dalam
keseluruhan karya sastra. Untuk ketepatan pemilihan kata sering kali penyair
menggantikan kata yang digunakan berkali-kali, sering juga mengubah
kata-katanya untuk ketepatan dan kepadatannya.
b) Pengimajian
Pencitraan
kata (imagery) berasal dari bahasa latin imago (image) dengan
bentuk verbanya imitari (to imitate). Pencitraan kata merupakan
penggambaran angan-angan dalam puisi. Penyair tidak hanya menciptakan musik
verba, tetapi juga pencipta gambaran dalam kata-kata untuk mendeskripsikan
sesuatu sehingga pembaca dapat melihat, merasakan, dan mendengarkannya (Scott
dalam Imron, 2005: 47).[19]
c) Kata
konkret
Kata
konkret ialah kata-kata yang dapat dilukiskan dengan tepat, membayangkan dengan
jitu akan apa yang hendak dikemukakan oleh penyair (Scott dalam Imron, 1995:
48). Untuk membangkitkan imajinasi pembaca maka kata-kata harus diperkonkret.
d) Bahasa
Figuratif ( Majas )
Penyair
menggunakan bahasa yang bersusun-susun atau berpigura sehingga disebut bahasa
yang figuratif. Bahasa figurative menyebabkan puisi menjadi prismatis artinya
memancarkan banyak makna atau kata akan makna. Bahasa figuratif adalah bahasa
yang tidak biasa, yakni secara tidak langsung mengungkapkan makna.
e) Kiasan
(Gaya bahasa)
Perbandingan.
Kiasan
yang tidak langsung disebut perbandingan atau simile.
Personifikasi.
Keadaan
atau peristiwa alam sering dikiaskan sebagai keadaan atas peristiwa yang
dialami oleh manusia. Dalam hal ini benda mati dianggap sebagai manusia atau
pesona, atau di”personifikasi”kan.
Hiperbola.
Hiperbola
adalah kiasan yang berlebih- lebihan.
Ironi.
Ironi
adalah kata yang bersifat berlawanan untuk memberikan sindiran. Ironi dapat
berubah menjadi simile dan sarkasme, yakni penggunaan kata- kata yang keras dan
kasar untuk menyindir atau mengkritik (Waluyo, 1991: 83-86).
f) Versifikasi
(Ritma, Rima, Metrum)
Bunyi
dalam puisi menghasilkan rimi dan ritme. Rima adalah pengulangan bunyi dalam
puisi untuk membentuk musikalitas atau orkestrasi. Ritma sangat berhubungan
dengan bunyi, kata, frasa, dan kalimat.
ii.
Struktur Batin Puisi
1) Tema
Tema
adalah sesuatu yang mendorong pengarang menciptakan puisi atau mungkin memberi
pengalaman batin kepada pembaca sebagaimana pengalaman batin yang ia rasakan
atau ingin memberikan kenikmatan emosional melalui kemampuan menyajikan lirik
yang indah (Semi, 1998: 108).
2) Perasaan
(Feeling)
Perasaan
ialah sesuatu yang merupakan kekayaan pengalaman batin pengarang yang
disampaikan lewat puisi ciptaannya. Melalui puisi tersebut kita dapat melihat
bagaimana jalan pikiran pengarang dan bagaimana pula emosi yangm enguasainya
atau hendak ditimbulkan (Waluyo, 1988: 108). Feeling dalam puisi ialah perasaan
yang disampaikan penyair melalui puisi yang diciptakannya. Sajak mengungkapkan
perasaan yang berasa antara lain: sedih, kecewa, benci, cinta, kagum, haru,
bahagia, terasing, tersinggung, kesepian, menyesal, dan setia kawan (Waluto,
1995: 134)
3) Nada dan
Suasana
Dalam
menulis puisi, penyair mempunyai sikap tertentu terhadap pembaca, apakah dia
ingin bersikap menggurui, menasihati, mengejek, menyindir atau bersikap lugas hanya
menceritakan sesuatu kepada pembaca. Sikap penyair kepada pembaca ini disebut
nada puisi. Jika nada merupakan sikap penyair terhadap pembaca, maka suasana
adalah keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisi itu atau akibat psikologis
yang ditimbukan puisi itu terhadap pembaca (Waluyo, 1991: 125).).
4) Amanat
Amanat
atau tujuan ialah sesuatu yang mendorong pengarang menciptakan puisi dengan
maksud menyampaikan sesuatu pesan (Waluyo, 1988: 109).
Amanat
adalah pesan yang ingin disampaikan penyair kepada pembaca lewat karyanya.
Amanat atau pesan merupakan nasihat yang ditangkap pembaca setelah membaca
puisi. Amanat dapat bersifat interpretatif, artinya setiap orang mempunyai
penafsiran makna yang berbeda dengan yang lain.
B.
Semiotik
Kata
semiotic berasal dari kata Yunani semeon, yang berarti tanda.maka semiotic itu
berarti ilmu tanda. Semiotic adalah cabang ilmu yang berurusan dengan
pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda, seperti
system tanda dan proses yang berlaku bagi penggunaan tanda.[20]
Peirce
mengemukakan teori segitiga makna atau triangle meaning yang terdiri dari tiga
elemen utama, yakni tanda (sign), object, dan interpretant. Tanda adalah
sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia dan
merupakan sesuatu yang merujuk (merepresentasikan) hal lain di luar tanda itu
sendiri. Tanda menurut Peirce terdiri dari Simbol (tanda yang muncul dari
kesepakatan), Ikon (tanda yang muncul dari perwakilan fisik) dan Indeks (tanda
yang muncul dari hubungan sebab-akibat). Sedangkan acuan tanda ini disebut
objek.Objek atau acuan tanda adalah konteks sosial yang menjadi referensi dari
tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda. Interpretant atau pengguna tanda adalah
konsep pemikiran dari orang yang menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu
makna tertentu atau makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang
dirujuk sebuah tanda.Hal yang terpenting dalam proses semiosis adalah bagaimana
makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang saat
berkomunikasi.[21]
kata
semiotic berasal dari kata Yunani Semeion, yang berarti tanda. Maka semiotika
berarti ilmu tanda. Semiotika adalah cabang ilmu yang berurusan dengan
pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda, seperti
system tanda dan proses yang berlaku bagi penggunaan tanda.[22]
Semiotik
sastra yaitu ilmu satra yang sungguh-sungguh “ tries to discover the
conventions which make meaning possible ” atau dengan rumusan lain “ attempts
to discover the nature of the codes which make literary communication possible
” ( mencoba menemukan konvensi yang memungkinkan adanya makna atau berusaha
mencari ciri-ciri kode yang menjadikan komunikasi ).[23]
Menurut
Peirce ada tiga factor yang menentukan adanya sebuah tanda, yaitu tanda itu
sendiri, hal yang ditandai dan sebuah tanda baru yang terjadi dalam batin si
penerima. Tanda itu merupakan suatu gejala yang dapat dicerap ataupun suatu
gejala yang lewat penafsiran dapat dicerap.[24]
Ada
macam-macam pendekatan semiotic. Pertama yang disebut semiologis dan yag
mempergunakan definisi yang pertama diberikan oleh de Saussure ( significant –
signifie )dan yang dalam kalangan prancis diolah oleh barthes. Filusuf Amerika,
Charles Peirce ( 1834- 1914 ) memperkenalkan sifat representatife ( denotatum
), sifat interpretant dan dasar yang menopang tanda itu. Hubungan tanda dan
denotatun dapat dibdakan sebagai ikon, indeks, dan berdasarkan konvensi, setiap
interpretant menjadi satu tanda baru, sehingga terjadi suatu rangkaian tanda
menerus.[25]
Menganalisis sajak itu bertujuan memahami makna sajak. Menganalisis
sajak adalah usaha menangkap dan member makna kepada teks sajak. Karya satra
itu merupakan struktur yang bermakana. Hal ini mengingat bahwa karya sastra itu
merupakan system tanda yang mempunyai makna yang mempergunakan medium bahasa.[26]
‘Tanda’
dan ‘hubungan’ kemudian menjadi kata-kata kunci dalam analisis semiotika. Bahasa
dilucuti strukturnya dan dianalisis dengan cara mempertalikan penggunaannya
beserta latar belakang penggunaaan bahasa itu. Usaha-usaha menggali makna teks
harus dihubungkan dengan aspek-aspek lain di luar bahasa itu sendiri atau
sering juga disebut sebagai konteks. Teks dan konteks menjadi dua kata yang tak
terpisahkan, keduanya berkelindan membentuk makna. Konteks menjadi penting
dalam interpretasi, yang keberadaannnya dapat dipilah menjadi dua, yakni
intratekstualitas dan intertekstulaitas. Intratekstualitas menunjuk pada
tanda-tanda lain dalam teks, sehingga produki makna bergantung pada bagaimana
hubungan antartanda dalam sebuah teks. Sementara intertekstualitas menunjuk
pada hubungan antarteks alias teks yang satu dengan teks yang lain. Makna seringkali
tidak dapat dipahami kecuali dengan menghubungkan teks yang satu dengan teks
yang lain.[27]
Sebagaimana
dikemukakan oleh Preminger dkk. ( 1974:981 ), penelitian semiotic sastra adalah
usaha untuk menganalisis karya sastra sebagai system tanda –tanda dan menentukan
konvensi-konvensi yang memungkinkan karya sastra mempunyai makna. Peneliti
menyendirikan satuan-satuan berfungsi dan konvensi-konvensi sstra yang berlaku.
[28]
Untuk
dapat memberi makna secara semiotik, pertama kali dapat dilakukan dengan
pembacaan heuristik dan hermeneutik atau retroaktif (Riffaterre, 1978:5–6).
Konsep ini akan diterapkan sebagai langkah awal dalam usaha untuk mengungkap
makna dan fenomena yang terkandung dalam puisi .
BAB III
Analisis Strukturalisme semiotic
A. Puisi yang dikaji
Orang-Orang Miskin
karya W.S. Rendra
Orang-orang miskin di jalan,
Yang tinggal di dalam selokan,
Yang kalah di dalam pergulatan,
Yang diledek oleh impian,
Janganlah mereka ditinggalkan.
Angin
membawa bau baju mereka.
Rambut mereka
melekat di bulan purnama.
Wanita-wanita
bunting berbaris di cakrawala,
Mengandung
buah jalan raya.
Orang-orang miskin.
Orang-orang berdosa.
Bayi gelap dalam batin.
Rumput dan lumut jalan raya.
Tak bisa kamu abaikan.
Bila
kamu remehkan mereka,
di jalan
kamu akan diburu bayangan.
Tidurmu
akan penuh igauan,
dan
bahasa anak-anakmu sukar kamu terka.
Jangan
kamu bilang negara ini kaya
Karena
orang-orang berkembang di kota dan di desa.
Jangan kamu bilang dirimu kaya
Bila tetanggamu memakan bangkai kucingnya.
Lambang negara ini mestinya trompah dan blacu.
Dan perlu diusulkan
agar ketemu presiden tak perlu berdasi seperti
Belanda.
Dan tentara di jalan jangan bebas memukul
mahasiswa.
Orang-orang
miskin di jalan
Masuk ke
dalam tidur malammu.
Perempuan-perempuan
bunga raya
Menyuapi
putra-putramu.
Tangan-tangan
kotor dari jalanan
Meraba-raba
kaca jendelamu.
Mereka
tak bisa kamu biarkan.
Jumlah mereka tak bisa kamu mistik menjadi nol.
Mereka akan menjadi pertanyaan
yang mencegat ideologimu.
Gigi mereka yang kuning
akan meringis di muka agamamu.
Kuman-kuman sipilis dan tbc dari gang-gang
gelap
akan hinggap di gorden presidenan
dan buku programma gedung kesenian.
Orang-orang miskin berbaris sepanjang sejarah,
Bagai
udara panas yang selalu ada,
Bagai
gerimis yang selalu membayang.
Orang-orang
miskin mengangkat pisau-pisau
Tertuju
ke dada kita,
atau ke
dada mereka sendiri.
O,
kenangkanlah :
Orang-orang
miskin
juga
berasal dari kemah Ibrahim
A.
Analisi strukturalisme
a.
Struktur fisik puisi
·
Diksi
Pemilihan kata pada puisi diatas lebih menekankan pada kata-kata
yang bertajuk kemirisan dan kesedihan yang diungkapkan pada kata-kata: dijalan,
selokan, pergulatan, impian, di cakrawala, jalan raya, berdosa, dalam batin,
miskin, abaikan, bayangan, igauan, terka, di kota dan di desa, blacu, dari
jalanan, gang-gang gelap, sepanjang sejarah, pisau-pisau.
·
Pengimajinasian
Kata-kata yang diambil atas gambaran dari bayangan konkret seperti
pada kata Yang tinggal di dalam selokan, Angin membawa bau baju mereka, Rumput
dan lumut jalan ray, Orang-orang miskin di jalan, Meraba-raba kaca jendelamu,
Gigi mereka yang kuning. Mengandung imajinasi visual penglihatan.
·
Kata
konkret
Untuk melukiskan daya baying pembaca penulis mengkonkretkan
kata-kata seperti pada kalimat Angin
membawa bau baju mereka, Rambut mereka melekat di bulan purnama, Orang-orang
miskin berbaris sepanjang sejarah, Bagai udara panas yang selalu ada, Bagai
gerimis yang selalu membayang.
·
Bahasa
figurative
Bahasa yang digunakan bermakna kias yang menggambarkan secara tidak
langsung suatu makna. Seperti kalimat Yang diledek oleh impian yang bermakna
seseorang yang tak mungkin memenuhi semua keinginannya. Pada kalimat Bayi gelap
dalam batin yang bermakna bayi yang lahir karena hubungan gelap ibunya. Pada kalimat
Rumput dan lumut jalan raya yang bermakna hal-hal yang menjijikan yang
ada dijalan raya. Seperti pada kalimat Bila tetanggamu memakan bangkai
kucingnya yang bermakana seseorang yang tak bisa membeli makan karena
kemiskinan. Pada kalimat Perempuan-perempuan bunga raya yang bermakna perempuan
tua susila. Pada kalimat Orang-orang miskin berbaris sepanjang sejarah yang
bermakna orang-orang miskin yang semakin bertambah sepenjang hari.
·
Kiasan
gaya bahasa
Hiperbola
pada kalimat yang tinggal didalam selokan, yang diledek impian,
wanita bunting berbaris dicakrawala, mengandung buah jalan raya, Lambang
negara ini mestinya trompah dan blacu, akan meringis di muka agamamu.
Personifikasi
Pada kalimat
Rambut mereka melekat dibulan purnama, rumput dan lumut jalan raya, dijalan
kamu akan diburu jalanan.
Ironi
Pada kalimat agar
ketemu presiden tak perlu berdasi seperti Belanda, bila tetanggamu memakan
bangkai kucingnya.
Perbandingan
Pada kalimat bagai
udara panas yang selalu ada, bagai gerimis yang selalu membayang.
b. Struktur Batin Puisi
Tema
Tema
yang terdapat pada puisi diatas adalah kemiskinan yang menceritakan bagaimana
miskinnya Negara ini yang mencari makan dengan mengandalkan segalanya walau tu
penuh dengan dosa.
Perasaan (Feeling)
Perasaan
pengarang pada puisi diatas menggambarkan kemirisan yang terjadi di Negara kita
yang semakin banyak kemiskinan dan menjadikan para wanita menjual dirinya demi
menghidupi anak-anaknya, dan menggambarkan kemarahan pengarang kepada
pemerintah yang hanya memikirkan kehidupan mereka yang bergelimang harta tanpa
memikirkan rakyatnya yang merajalela karena kemiskinan.
Nada dan Suasana
Dalam
puisi ini pengarang bertujuan menyindir pemerintah yang tak bisa menangani
kemiskinan di Negara ini dan menyindir orang-orang yang merasa dirinya kaya
padahal masih banyak diluar sana yang tak bisa makan.
Amanat
Amanat
yang terkandung dalam puisi diatas adalah agar kita tidak merasa kaya diatas
kesengsaraan orang diluar sana agar kita bisa membantu mereka yang kesusahan.
B.
Pembacaan semiotic
a.
Pembacaan Heuristik
Dalam pembacaan heuristic ini, sajak dibaca berdasarkan konvensi
bahasa atau system bahasa sesuai dengan kedudukan bahasa sebagai system
semiotic tingkat pertama . sajak dibaca secara linier sebagai mana dibaca
menurut struktur normative bahasa. Pada umumnya, bahasa puisi menyimpang dari
penggunaan bahasa biasa ( bahasa normatif ). Bahasa puisi merupakan
deotomatisasi atau defamilirisasi ketidakotomatisan atau ketidak biasaan, ini
merupakan sifat kepuitisan yang dapat dialami secara empiris ( shklovsky via Hawkes,
1978: 62 ).[29]
Oleh karena itu, pembacaan ini semua yang tidak biasa dibuat biasa
atau harus di naturalisasikan ( culler, 1977; 134 )sesuai dengan system bahasa
normative. Bilamana perlu, kata-kata diberi awalan atau akhiran, disispkan
kata-kata supaya hubungan kalimat-kalimat puisi menjadi jelas. Begitu juga,
logika yang tidak biasa dikembangkan pada logika bahasa yang biasa. Hal ini
mengingat bahwa puisi itu menyatakan sesuatusecara tidak langsung. Pembacaan
heuristik pada puisi berjudul orang-orang miskin karya W.S. Rendra sebagai
berikut :
Bait Pertama
“
Orang-orang miskin di jalan ” ini bukan logika bahasa biasa karena itu dapat di
naturalisasikan menjadi : orang-orang
miskin ( yang hidup ) di jalan . “ Yang tinggal di ( pingiran ) selokan”. “ Yang
kalah di dalam pergulatan ” dapat di naturalisasikan menjadi : ( Orang miskin )
yang kalah di dalam ( memperjuangkan hidup ). “ Yang diledek oleh impian” dapat
di naturalisasikan menjadi : ( orang miskin ) yang tak bisa memperoleh impian.
“Janganlah mereka ditinggalkan ” dapat dinaturalisasikan menjadi : janganlah
mereka ( diabaikan ).
Bait
kedua
“ Angin
membawa bau baju mereka” dapat di naturalisasikan menjadi: Angin ( debu yang
kotor ) menjadikan bau baju mereka . “ Rambut mereka melekat di bulan purnama ”
dapat di naturalisasikan menjadi: ( orang-orang miskin ) yang rambutnya ( indah
seperti ) bulan purnama. “ Wanita-wanita bunting berbaris di cakrawala ” dapat
di naturalisasikan menjadi: wanita-
wanita ( hamil ) karena ( menjual diri ) berbaris di jalanan. “ Mengandung buah
jalan raya ” dapat di naturalisasikan menjadi: mengandung ( anak ) hasil (
menjual diri ) di jalan raya.
Bait
ketiga
“
Orang-orang miskin. Orang-orang berdosa ”
dapat dinaturalisasikan menjadi Orang-orang miskin ( menjual diri sehingga
) berdosa. “ Bayi gelap dalam batin. Rumput dan lumut jalan raya ” dapat
dinaturalisasikan menjadi bayi ( hasil hubungan gelap ) menjadi hal yang (
menjijikan ) di jalan raya. “ Tak bisa kamu abaikan ” dapat dinaturalisasikan
menjadi: tak bisa kita ( biarkan terus terjadi ).
Bait
keempat
“ Bila
kamu remehkan mereka ” dapat dinaturalisasikan menjadi: bila kamu ( memandang
rendah ) mereka. “ di jalan kamu akan diburu bayangan ” dapat
dinaturalisasikan menjadi: dijalan kamu akan ( merasa resah ). “ Tidurmu akan
penuh igauan ”dapat dinaturalisasikan menjadi: tidurmu akan ( merasa resah )
dan penuh ( mimpi buruk ).
Bait
kelima
“ Jangan
kamu bilang negara ini kaya ” dapat dinaturalisasikan menjadi jangan bilang
Negara ini ( Negara yang berlimpah harta ). “ Karena orang-orang berkembang di
kota dan di desa ” dapat di naturalisasikan menjadi: ( merasa negara kaya )
karena orang-orang dikota dan didesa. “ Jangan kamu bilang dirimu kaya ” dapat
dinaturalisasikan menjadi: jangan ( kau merasa ) hidupmu kaya. “ Bila
tetanggamu memakan bangkai kucingnya ” dapat dinaturalisasikan menjadi: bila
tetanggamu ( tak bisa membeli makan ). “ Lambang negara ini mestinya trompah
dan blacu ” dapat dinaturalisasikan menjadi: lambang nergara ini seharusnya
dari ( kain blacu ). “ Dan perlu diusulkan agar ketemu presiden tak perlu
berdasi seperti Belanda ” dapat dinaturalisasikan menjadi: dan perlu diusulkan
agar presiden tak perlu ( rapi dijaga ) seperti belanda. “ Dan tentara di jalan
jangan bebas memukul mahasiswa ” dapat dinaturalisasikan menjadi: dan ( polisi
) dijalan tak ( seenaknya ) memukul mahasiswa.
Bait
keenam
“
Orang-orang miskin di jalan ”dapat dinaturalisasikan menjadi: orang-orang
miskin ( yang hidup ) di jalan. “ Masuk ke dalam tidur malammu ” dapat
dinaturalisasikan masuk kedalam ( pikiranmu setiap ) malam. “
Perempuan-perempuan bunga raya ” dapat dinaturalisasikan menjadi:
perempuan-perempuan ( tuna susila ). “ Menyuapi putra-putramu ” dapat
dinaturalisasikan menjadi: ( memberi makan ) putra-putramu. “ Tangan-tangan
kotor dari jalanan ” dapat dinaturalisasikan menjadi: ( hasil tuna susila )
dijalanan. “ Meraba-raba kaca jendelamu ” dapat dinaturalisasikan menjadi:
meraba-raba ( setiap hati semua orang ). “ Mereka tak bisa kamu biarkan ” dapat
dinaturalisasikan menjadi: meraka tak bisa kamu ( abaikan ).
Bait
ketujuh
“ Jumlah mereka tak bisa kamu mistik menjadi
nol ” dapat dinaturalisasikan menjadi: jumlah mereka tak bisa kamu ( anggap
tidak ada ). “ Mereka akan menjadi pertanyaan yang mencegat ideologimu ” dapat
dinaturalisasikan menjadi: mereka akan menjadi pertanyaan yang ( mengganggu
pikiranmu ). “ Gigi mereka yang kuning ” dapat dinaturalisasikan menjadi Gigi
mereka yang ( kotor ). “ akan meringis di muka agamamu ” dapat
dinaturalisasikan menjadi: ( muka yang masam karena kecewa ) dimuka ( batin ).
“ Kuman-kuman sipilis dan tbc dari gang-gang gelap ” dapat dinaturalisasikan
menjadi: kuman-kuman sipilis dan tbc dari ( tempat mereka tinggal ). “ akan
hinggap di gorden presidenan ” dapat dinaturalisasikan menjadi: akan hinggap (
menjadi masalah pemerintah ) kepresidenan. “ dan buku programma gedung kesenian
” dapat dinaturalisasikan menjadi: ( dan menjadi potret masalah ) di gedung
kesenian.
Bait
kedelapan
“
Orang-orang miskin berbaris sepanjang sejarah ” dapat dinaturalisasikan
menjadi: orang-orang miskin ( semakin banyak ) sepanjang ( masa ). “ Bagai
udara panas yang selalu ada” dapat dinaturalisasikan menjadi: bagai udara panas
( yang ada setiap hari ). “ Bagai gerimis yang selalu membayang ” dapat
dinaturalisasikan menjadi: bagai gerimis ( yang membayangi hidup ). “
Orang-orang miskin mengangkat pisau-pisau ” dapat dinaturalisasikan menjadi:
orang-orang miskin ( marah ). “ Tertuju ke dada kita atau ke dada mereka
sendiri ” dapat dinaturalisasikan menjadi: tertuju ke ( hati kita ) dan ( marah
) kepada diri sendiri. “ O, kenangkanlah
:Orang-orang miskin ” dapat dinaturalisasikan menjadi: ( ingin disamakan )
walau orang miskin. “ juga berasal dari kemah Ibrahim ” dapat dinaturalisasikan
menjadi: mereka jua ( manusia yang sama dengan yang lain ).
b.
Pembacaan Hermeneutik
Pembacaan
retroaktif atau hermeneutic adalah pembacaan ulang dari awal sampai akhir
dengan penafsiran. Pembacaan ini adalah pemberian makna berdasarkan konvensi
sastra ( puisi ). Puisi menyatakan suatu gagasan tidak langsung, dengan kiasan
( metafora ), ambiguitas, kontradiksi, dan pengorganisasian ruang teks ( tanda-tanda visual ).[30]
pembacaan
hermeneutik sebagai pembacaan berdasarkan konvensi sistem semiotik tingkat
kedua (makna konotasi). Pada tahap ini, pembaca harus meninjau kembali dan
membandingkan hal-hal yang telah dibacanya pada tahap pembacaan heuristik.
Dengan cara demikian, pembaca dapat memodifikasi pemahamannya dengan pemahaman
yang terjadi dalam pembacaan hermeneutik. Puisi harus dipahami sebagai sebuah
satuan yang bersifat struktural atau bangunan yang tersusun dari berbagai unsur
kebahasaan. Oleh karena itu, pembacaan hermeneutik pun dilakukan secara
struktural atau bangunan yang tersusun dari berbagai unsur kebahasaan. Artinya,
pembacaan itu bergerak secara bolak-balik dari suatu bagian ke keseluruhan dan
kembali ke bagian yang lain dan seterusnya. Pembacaan ini dilakukan pada
interpretasi hipogram potensial, hipogram aktual, model, dan matriks
(Riffaterre,1978:5). Proses pembacaan yang dimaksudkan oleh Riffaterre (dalam
Selden, 1993:126).[31]
Pembacaan
hermeneutik pada puisi berjudul orang-orang miskin karya W.S. Rendra sebagai
berikut:
Bait
pertama
Dalam
bait pertama diterangkan keadaan seseorang yang tak memiliki apapun orang-orang
miskin yang hidup di jalan yang tinggal di pingiran selokan yang hanya bisa pasrah akan
keadaan yang merasa tak mungkin bisa menggapai semua impian indah yang
diarapkan dan selalu kalah oleh orang kaya dalam cara mempertahankan hidup
meraka hanya menanti bantuan untuk kemerdekaan hidupnya mereka yang tak ingin
diabaikan oleh Negara.
Bait
kedua
Secara
structural bait kedua ini berhubungan dengan bait pertama, bait kedua merupakan
keterangan tentang keterangan orang-orang miskin lebih lanjut.
Orang-orang
miskin yang berada dijalan menjadikan baju mereka kotor dengan hal-hal yang
negative bekerja menjadi seseorang yang indah bagai purnama di malam hari tapi
kenyataannya mereka tetaplah kotor. Mereka seperti menjual diri demi menghidupi
dirinya dan dan mengandung hasil dari perbuatan negatifnya itu
Bait
ketiga
Orang-orang
miskin itu tak mengenal dosa yang mereka pikirkan hanya demi menyambung
hidupnya, kita tak seharusnya membiarkan mereka kelaparan dan mencari makan
mengandung bayi yang tak berdosa yang dianggap menjijikan karena ibunya menjadi
tuna susila dijalan raya.
Bait
keempat
Bila
kamu memandang rendah mereka mereka akan
sangat marah mereka akan membuatmu selalu memikirkannya dengan penuh mimpi
buruk dan mereka akan menjadikan hatmu resah bila melihat mereka dijalan.
Bait
kelima
Jangan
kamu bilang negara ini kaya artinya kamu tidak bisa menilai Negara ini kaya
dengan melihat deretan mobil orang-orang yang bekerja dipemerintahan tanpa kamu
lihat orang-orang miskin yang hidup dijalan yang melakukan apapun untuk
mepertahankan hidup. Jangan kamu bilang dirimu kaya Bila tetanggamu memakan
bangkai kucingnya artinya kamu tak bisa merasa kaya jika orang-orang
disekitarmu msih kelaparan Lambang negara ini mestinya trompah dan blacu. Yang
melambangkan kerusakan dan kemiskinan. Agar para polisi jalan raya tak
seenaknya bisa memukul mahasiswa yang membela orang-orang miskin yang hidup
dijalanan.
Bait
keenam
Orang-orang miskin di jalan Masuk ke dalam
tidur malammu artinya kalian semua seharusnya memikirkan mereka para orang-orang
miskin agar mereka bisa hidup layak tanpa harus bergantung pada pria hidung
belang yang datang menghampiri saat kegelapan datang. Perempuan-perempuan bunga
raya Menyuapi putra-putramu artinya para perempuan mencari nafkah dengan uang
haram karena perbuatannya demi putra-putranya yang ingin makan kita seharusnya
simpati melihat anak-anak tak berdosa di suapi dari tangan-tangan yang kotor
dengan uang yang kotor pula. Mereka tak seharusnya dibiarkan seperti itu.
Bait
ketujuh
Jumlah
mereka semakin banyak dari hari kehari tak bisa kau anggap menjadi tidak ada
Mereka akan menjadi pertanyaan yang mencegat ideologimu artinya mereka akan
terus membuatmu miris dengan keadaan mereka yang semakin hari semakin memburuk.
Gigi mereka yang kuning akan meringis di muka agamamu Kuman-kuman sipilis dan
tbc dari gang-gang gelap artinya muka yang kotor karena debu jalanan akan
menjadi masam karena kekecewaan mereka, setiap keburukan yang mereka punya akan
menjadi maslah bagi pemerintah kepresidenan dan potret kemiskinan terpapang
digedung kesenian.
Bait
kedelapan
Orang-orang
miskin selalu ada dan semakin bertambah di Negara ini bagai udara yang selalu
ada disetiap detik hidup ini. Orang-orang miskin mengangkat pisau-pisau Tertuju
ke dada kita, atau ke dada mereka sendiri artinya Kemiskinan mereka akan terus
menyayat pikiran dan hati kita O, kenangkanlah :Orang-orang miskin juga berasal
dari kemah Ibrahim artinya mereka ingin dibantu untuk kehidupannya diatas
Negara yang kaya mereka merasa sama dengan manusia lain yang hidupnya penuh
dengan kemewahan.
BAB IV
Kesimpulan dan Saran
A.
Kesimpulan
Strukturalisme
semiotik ini jelas memperlakukan manusia semata-mata sebagai wadah, sebagai
tempat persinggahan. Ada beberapa cara yang ditawarkan dalam rangka
menganalisis karya satrra secara semiotic, yait dengan cara pembacaan heuristic
dan hermeneutic.
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan, menurut teori
strukturalisme puisi berjudul Orang-orang miskin karya W.S. Rendra tersebut
merupakan keseluruhan yang utuh, bagian-bagian atau unsure-unsurnya saling
berkaitan, saling menentukan maknanya. Sehingga setelah dilakukan pembacaan
semiotic yang mencangkup pembacaan heuristic dan hermeneutic sesuai dengan
teorinya yaitu untuk mempermudah pemahaman dan pemaknaan puisi tersebut.
B.
Saran
Kajian strukturalisme semiotic ini dapat lakukan untuk mempermudah
pemahaman dan pemaknaan yang ada di dalam puisi yang menurut kita sulit untuk
dimengerti.
Daftar Pustaka
Nyoman
Kutha Ratna, ( 2011 ). Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Rachmat
Djoko Pradopo, ( 2010 ). Pengkajian Puisi Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press
Jan Van
Luxemburg, (1992 ). Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: Gramedia
Raman
Selden, ( 1996 ). Panduan Pembaca Teori Sastra Masa Kini. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press
Terry
Eagleton, ( 2007 ). Teori Sastra Sebuah Pengantar Komprehensif. Yogyakarta:
Jalasutra
Dawud,
dkk, ( 2004 ). Bahasa dan Sastra Indonesia. Bandung: Erlangga
Suwaedi
Endaswara, ( 2005 ). Metode Teori Pengajaran Sastra. Buana Pustaka
Aart Van
Zoest, ( 1993 ). Semiotika, tentang tanda, cara kerja dan apa yang kita lakukan
dengannya, Jakarta: Yayasan Sumber agung
A.
Teeuw, ( 2003 ). Sastera dan Ilmu Sastera. Jakarta: Pustaka Jaya
Pedoman
penyusunan karya tulis ilmiah skripsi, tesis dan disertasi, UIN Sunan Gunung
Djati Bandung 2009
Zainuddin, ( 1992 ). Kumpulan Puisi.
Jakarta: Rineka Cipta
A. Wahid sy, Metode Kerja Strukturalisme Murni
Alexa, Semiotika menurut para ahli. ( http://jaririndu.blogspot.com/2011/11/teori-semiotik-menurut-para-ahli.html
)
Anang hermawan, mengenal semiotika Roland Barthes. http://www.averroes.or.id/thought/mitos-dan-bahasa-media-mengenal-semiotika-roland-barthes.html
[1]
Nyoman Kutha Ratna, Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra, (
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011 ), h. 75
[2]
Zainuddin, Kumpulan Puisi, ( Jakarta: Rineka Cipta, 1992 ), h. 100
[3]
Rachmat Djoko Pradopo, Pengkajian Puisi ( Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 2010 ), h.118
[4]
Jan Van Luxemburg, Pengantar Ilmu Sastra, ( Jakarta: Gramedia, 1992 ),
h. 45
[5]
Nyoman Kutha Ratna, op.cit., h. 115
[6] Ibid,
hal 99
[7]
Raman Selden, Panduan Pembaca Teori Sastra Masa Kini, ( Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press, 1996 ), h. 55
[8]
Terry Eagleton, Teori Sastra Sebuah Pengantar Komprehensif, (
Yogyakarta: Jalasutra, 2007 ), h. 147.
[9]
Dawud, dkk, Bahasa dan Sastra Indonesia, ( Bandung: Erlangga, 2004 ),
h.28.
[10]
Rachmat Djoko Pradopo, op. cit. ,h. 3.
[11]
Suwaedi Endaswara, Metode Teori Pengajaran Sastra, ( Buana Pustaka, 2005
), h. 109.
[12]
Jan van Luxemburg , op.cit., h.45
[13]
Alexa, Semiotika menurut para ahli. ( http://jaririndu.blogspot.com/2011/11/teori-semiotik-menurut-para-ahli.html
) 6 jun 2012.
[14] Pedoman
penyusunan karya tulis ilmiah skripsi, tesis dan disertasi, UIN Sunan
Gunung Djati Bandung 2009.
[15]
A. Wahid sy, Metode Kerja Strukturalisme Murni
[16]
Terry Eagleton, op.cit., h.139
[17]
Nyoman Kutha Ratna, op. cit., h.
104.
[18]Ibid.,
h.34
[19]
Ika Nailis Tsuraya, skripsi semiotic.
[20]
Aart Van Zoest, Semiotika, tentang tanda, cara kerja dan apa yang kita
lakukan dengannya, ( Jakarta: Yayasan Sumber agung, 1993 ), h.1
[21]
Alexa, Semiotika menurut para ahli. ( http://jaririndu.blogspot.com/2011/11/teori-semiotik-menurut-para-ahli.html
) 6 jun 2012.
[22]
Aart Van Zoest, Semiotika. op.cit.,h.1.
[23]
A. Teeuw, Sastera dan Ilmu Sastera, ( Jakarta: Pustaka Jaya, 2003 ), h.
119.
[24]
Jan Van Luxemburg, op. cit., h. 46.
[25]
Dick Hartoko dan B. Rahmanto, Pemandu didunia sastra, ( Yogyakarta: Kanisius, 1986 ), h. 131
[26]
Rachmat Djoko Pradopo. op. cit., h.121.
[27]
Anang hermawan, mengenal semiotika Roland Barthes. http://www.averroes.or.id/thought/mitos-dan-bahasa-media-mengenal-semiotika-roland-barthes.html
( 5 juni 2012 )
[28] Rachmat
Djoko Pradopo, op. cit., h.268
[29]
Rachmat Djoko Pradopo. op. cit.,. h.295.
[30]
Rachmat Djoko Pradopo. op. cit.,
h.297.
[31]
Bangpek, Teori Sastra. http://bangpek-kuliahsastra.blogspot.com/2011/01/teori-sastra.html.
( 5 juni 2012 )
untuk referensi yang Waluyo kenapa tidak dicantumkan di dapusnya??
BalasHapus